Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sandiwara Radio dan Perubahan Iklim Global

16 September 2016   21:54 Diperbarui: 16 September 2016   22:28 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar: Dok pri dan camidhonk.wordpress.com

Di suatu siang yang panas di dalam mobil yang terpakir. (Menarik Nafas) “Eh, kalian ngerasa nggak sih, kayaknya makin hari cuaca makin panas deh ah!” Ujar Mila kepada teman-temannya sesama mahasiswi yang satu mobil dengannya. “Iya sih, saat di luar ruangan kalau nggak pakai pelindung, kulit terasa seperti terbakar. Suhu udara terasa panas sejak pagi.” Timpal Tuti yang duduk bersebelahan dengan Mila yang ingin mengemudikan mobil. “Haus nie ah! Di dalam laci ada air nggak sih?” Ujar teman-teman Mila yang lain yang duduk di belakang. “Yang ada di laci kayaknya cuma coklat tu,” ujar Mila kepada teman-temannya. Mila-pun membuka laci dan mengambil batangan coklat itu. (Kaget) “Ya ampun, coklatnya sudah meleleh, lumer.” Ujarnya sambil memperlihatkan cairan coklat yang merembes sampai keluar bungkusnya dan melemparkan kembali coklat cair itu ke dalam laci mobil. Teman-teman Mila hampir tak percaya apa yang mereka lihat. (Kaget) “Astaga Mila, jangan lempar lagi ke dalam laci!” Ujar Tuti.

Peristiwa sederhana di atas termuat dalam sebuah naskah Sandiwara Radio berjudul “Secercah Harapan” persembahan Radio Republik Indonesia (RRI) Meulaboh Aceh Barat. Dalam naskah Sandiwara Radio tersebut, mengandung pesan akan peristiwa nyata yakni pemanasan global dan perubahan iklim yang mencairkan es dan gletser di kutub utara. Analoginya coklat yang mencair itu sama dengan es ataupun gletser yang mencair. Kaca mobil sama dengan gas rumah kaca di atmosfir. Ruangan di dalam mobil sama dengan kehidupan di atas permukaan bumi.

Salah satu naskah Sandiwara Radio persembahan RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat yang mengadung pesan akan peristiwa pemanasan global dan perubahan iklim. (Dok RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat)
Salah satu naskah Sandiwara Radio persembahan RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat yang mengadung pesan akan peristiwa pemanasan global dan perubahan iklim. (Dok RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat)
Promo program Sandiwara Radio (Dok RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat)
Promo program Sandiwara Radio (Dok RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat)
Peristiwanya begini, sinar matahari masuk ke dalam mobil lewat kaca jendela. Sinar matahari yang mengantar panas itu hanya dapat masuk ke dalam mobil tetapi tidak dapat keluar. Akibatnya panas terperangkap dan meningkatkan suhu di dalam mobil. Sehingga kita selalu merasakan panas di dalam mobil terutama yang terpakir di tempat panas. Peristiwa ini sama halnya dengan sinar matahri yang masuk ke bumi. Normalnya sinar matahari yang masuk ke bumi sebagian dipantulkan lagi keluar atmosfir. Namun karena adanya gas-gas rumah kaca yang kadarnya terus meningkat di atmosfir, maka sinar matahari yang dipantulkan tadi tidak dapat keluar. Akhirnya panas terperangkap di atmosfir dan memanaskan suhu secara global. Akibatnya ya, kita akan merasakan suhu udara yang makin panas daripada biasanya, es dan gletser di kutub perlahan mencair disusul dengan bencana-bencana alam lainnya. Seperti yang terjadi di negeri kita, Peristiwa banjir, gempa bumi, angin puting beliung, letusan gunung berapi, tanah longsor, kekeringan, peningkatan jumlah penyakit dll menjadi contoh nyata dari peristiwa pemanasan global di Indonesia. Termasuk Papua yakni Pengunungan Jaya Wijaya yang perlahan mulau kehilangan saljunya, yang mungkin akan sama nasibnya dengan gunung Kalimanjaro di Afrika.

Fakta-fakta di atas membuat peristiwa pemanasan global makin dekat dengan kehidupan manusia. Bahkan para dokter kecantikan mengkhawatirkan kecantikan kulit wanita pun terancam akibat meningkatnya suhu bumi. Persis seperti yang dikatakan oleh Tuti dalam naskah Sandiwara Radio di atas yang mana kulitnya terasa seperti terbakar jika berada di luar ruangan saat ini.

RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat sedang melakukan Proses Produksi Program Sandiwara Radio yang mengangkat isu lingkungan hidup dalam naskahnya yakni pemanasan global dan perubahan iklim. (Dok pri).
RRI stasiun Meulaboh Aceh Barat sedang melakukan Proses Produksi Program Sandiwara Radio yang mengangkat isu lingkungan hidup dalam naskahnya yakni pemanasan global dan perubahan iklim. (Dok pri).
Berbicara tentang pemanasan global dan perubahan iklim, sebenarnya isu yang hangat dibicarakan terutama di berbagai media, forum dan seminar. Karena semua tingkatan masyarakatpun membicarakannya. Keterbukaan informasi dan meluasnya jaringan informasi melalui berbagai media, baik visual maupun audio telah membuat isu lingkungan ini makin dikenal luas baik di tingkat lokal, regional maupun global.

“Musuh Indonesia masa depan adalah perubahan iklim,” ujar Ir Iskandar, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Aceh, dalam laporannya di acara seminar internasional bertajuk "Aceh Commitment for Climate Change: Impact and Challenge" yang diselenggarakan oleh BAPEDAL Aceh, berlangsung di hotel Hermes Palace Banda Aceh, Kamis, 26 Mei 2016 lalu.

Kepala Bapedal Aceh, Ir Iskandar, menyampaikan laporannya dalam Acara Seminar Internasional
Kepala Bapedal Aceh, Ir Iskandar, menyampaikan laporannya dalam Acara Seminar Internasional
Dalam seminar tersebut dijelaskan oleh para pemateri bahwa, pemanasan global adalah sebuah fenomena meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir akibat berbagai aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara), perubahan tata guna lahan dan hutan serta kegiatan pertanian dan peternakan. Sedangkan perubahan iklim adalah suatu keadaan berubahnya pola iklim dunia. Suatu daerah mungkin mengalami pemanasan/kekeringan tetapi daerah lain mengalami pendinginan yang tidak wajar (musim dingin yang ekstrim). Akibatnya terjadi fenomena anomali cuaca (cuaca yang kacau), termasuk curah hujan yang tidak menentu, aliran panas dan dingin yang ekstrim, arah angin yang berubah drastis dan sebagainya. Anomali cuaca yang demikian telah berdampak pada masyarakat seperti bencana-bencana alam yang telah disebutkan di atas. Salah satu GRK yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim adalah gas Karbondioksida (CO2).

Saya yang turut hadir dalam acara Seminar Internasional Aceh Commitment for Climate Change: Impact dan Challenge, di Hermes Hotel, Banda Aceh, Kamis 26/5/2016 (Dok pri).
Saya yang turut hadir dalam acara Seminar Internasional Aceh Commitment for Climate Change: Impact dan Challenge, di Hermes Hotel, Banda Aceh, Kamis 26/5/2016 (Dok pri).
Pemateri Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Ir.Raffles Brotestes Panjaitan, M.Sc yang membahas tentang Rencana Aksi Mitigasi Nasional Perubahan Iklim dan Program Kampung Iklim (Proklim), mengungkapkan, “pada dasarnya gas CO2 adalah gas yang normal terdapat di alam dalam jumlah yang melimpah. Di atmosfir, CO2 diperlukan untuk menjaga bumi agar tetap hangat. Akan tetapi jika jumlah atau konsentrasinya di udara melebihi batas keseimbangan alam, maka akan menimbulkan masalah, ditambah dengan gas-gas rumah kaca yang lain. Adanya kenaikan kadar CO2 dan gas-gas rumah kaca lain, membuat sinar infra merah matahari terperangkap atau terkurung yang semestinya sebagian dipantulkan ke angkasa luar, sehingga intensitas efek rumah kaca juga naik. Inilah yang menyebabkan suhu permukaan bumi semakin tinggi atau naik. Kenaikan suhu bumi inilah yang disebut pemanasan global. Dan pemanasan global itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim dunia yang akan diikuti oleh berbagai bencana alam.”

“Selain CO2, emisi gas rumah kaca lain umumnya berasal dari asap kendaraan yang menghasilkan gas Nitrous Oksida (N2O), aktivitas industri sampai kegiatan domestik rumah tangga yang menghasilkan gas-gas rumah kaca seperti  Hidro Fluoro Karbon (HFCs), Per Fluoro Karbon (PFCs), Heksa Fluorida (SF6)  dan Metan (CH4). Pengelolaan sampah yang tidak benar oleh kegiatan industri dan rumah tangga juga turut menyumbang emisi gas CO2 dan CH4 dalam jumlah besar,” jelas Ir. Raffles.

Selain itu, dalam seminar tersebut juga dipaparkan bahwa pada 2030, diprediksi Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau-pulau kecil. Bahkan dari dampak perubahan iklim dan faktor lain, seperti penambangan pasir dan tsunami telah mengelamkan 24 pulau kecil. Untungnya pulau-pulau kecil tersebut tidak berpenghuni. Pulau-pulau kecil itu tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Nusa Tenggara dan Papua. Ancaman semakin besar karena secara fisik banyak pulau di Indonesia bertipe low lying island yang ketinggian daratannya hanya 1 hingga 1,5 meter. Contohnya kepulauan seribu Provinsi DKI Jakarta. Jika upaya menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan tidak dimulai dan ditingkatkan dari sekarang, maka pada tahun 2030 ketinggian air laut akan naik setinggi 70 meter. Pada saat itulah, sekitar  2.000 hingga 2.500 pulau di di Indonesia akan terancam hilang.

Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki lebih dari 18.000 buah pulau dan sekitar 65 persen penduduknya tinggal di wilayah pesisir, saya pikir amat pelu mengantisipasi dampak dari pemanasan global dan perubahan perubahan iklim pada pesisir dan laut. Berbagai kerusakan lingkungan telah terjadi seperti kerusakan terumbu karang, pengurangan sumber daya hayati laut, peningkatan muka air laut dan tingginya intesitas hujan badai ataupun hujan ekstrim serta angin topan yang membahayakan navigasi dan para nelayan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun