Papua di ujung paling timur Indonesia menyimpan sejuta pesona. Walaupun saya belum pernah ke Papua, tapi saya tahu bahwa hampir setiap sudut Papua memiliki keunikan dan keindahan dengan cerita tersendiri. Selain dikenal sebagai destinasi wisata bahari, Papua juga menyimpan berbagai warisan kebudayaan yang harus dilestarikan agar tidak punah beserta adat istiadat yang telah diciptakan oleh leluhur mereka.
Tradisi Bakar Batu
Salah satu keunikan Papua yang “tersembunyi” buat saya adalah adanya upacara tradisional yang dinamakan deengan Bakar Batu. Tradisi ini merupakkan salah satu tradisi penting di Papua yang masih jarang diketahui yang berfungsi sebagai rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, penyambutan tamu atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Bahkan juga sebagai sarana untuk mencari jodoh, mendamaikan suku yang beperang, hingga meresmikan bangunan.
Lazimnya sebuah upacara, tradisi bakar batu juga memiliki tahapan-tahanpan yang harus dillalui. Persiapan awal tradisi ini dimulai ketika seorang lelaki dewasa dengan ikat kepala kebesaran-nya yang sudah ditunjuk oleh kepala suku, berlari-lari kecil mendatangi setiap Honai (rumah khas Papua). Dengan teriakan khasnya, satu persatu orang-orang keluar dari Honai-nya. Para lelaki langsung sigap mempersiapkan peralatan berburu-nya, sedangkan para wanita berkeliling mengumpulkan dedaunan, sayur mayur, umbi-umbian, alang-alang, batu serta kayu kering untuk dibakar.
Lalu setelah itu, babi-babi yang telah dipersiapkan siap untuk dipanah. Yang memanah babi adalah para kepala suku dan dilakukan secara bergantian. Ada pandangan unik dalam ritual memanah babi ini. Ketika semua kepala suku sudah memanah babi dan babi langsung mati, pertanda acara akan sukses. Namun jika babi tidak langsung mati, diyakini ritual ini tidak akan sukses.
Selanjutnya,babi bakar tersebut ditutup lagi dengan daun-daunan. Tak lupa setelah itu batu-batu panas kembali diletakkan di atasnya dan dilapisi lagi dengan menggunakan rumput-rumputan yang tebal.
Setelah makanan atau hidangan matang, semua suku Papua berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Para ibu-ibu membagikan sayur mayur dan ubi-ubian kepada tiap-tiap kelompok. Sementara kepala suku dan asistenya akan mengangkat dan memotong-motong daging babi yang dimasak. Daging babi yang dimasak harus cukup untuk setiap orang yang datang.
Setelah daging-daging dipotong-potong, seorang ibu akan datang membawa Noken (tas tradisional Papua) dan memasukkan daging-daging itu ke dalam noken untuk selanjutnya dibagikan kepada kelompok-kelompok warga yang hadir.