Bencana tsunami yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 lalu telah meninggalkan jejak, dan jejak itu diabadikan menjadi sebuah monumen ataupun situs tsunami. Salah satu situs bukti sejarah kekuatan tsunami di Aceh adalah Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung. Kapal dengan panjang 63 meter, luas mencapai 1.900 meter dan berbobot sekitar 2600 ton, mampu menghasilkan daya listrik sebesar 10,5 megawatt yang sedang tambat di perairan Aceh ini tepatnya Ulee Lheue Banda Aceh, terseret gelombang pasang tsunami setinggi 10 meter sehingga bergeser sejauh ± 5 KM ke area daratan.
Ukuran yang besar dan bobotnya yang berat menjadikan PLTD apung kontras dibandingkan bangunan-bangunan rumah yang ada di sekitarnya. Tidak ada yang membayangkan kapal ini dapat bergerak ataupun bergeser hingga ke tengah daratan. Fenomena pergeseran kapal ini dengan lokasinya yang relatif jauh dari laut menjadi suatu alat pengingat yang efektif mengenai dahsyatnya kekuatan ombak tsunami yang menimpa Serambi Makkah kala itu. Dari 11 orang awak dan beberapa warga yang berada di atas kapal saat tsunami terjadi, hanya satu orang yang berhasil selamat.
Sesuai namanya, Kapal PLTD Apung ini merupakan sebuah kapal generator listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menjadi sumber tenaga listrik bagi wilayah Banda Aceh khususnya kawasan Ulee Lheue. Waktu itu Aceh masih dilanda konflik sehingga pasokan listrik ke Aceh sering terganggu. Untuk itu, pemerintah RI saat itu berinisiatif mengirimkan kapal Pembangkit Tenaga Listrik Diesel Apung I ini ke Aceh  pada tahun 2002. Namun akhir tahun 2004 tsunami datang melanda, dan kapal ini pun terhempas dan terdampar hingga ke tengah-tengah kawasan pemukiman, tidak jauh dari Museum Tsunami.
Sejalan dengan pembangunan kembali daerah-daerah yang terkena tsunami di Aceh, maka pembangunan situs-situs dan monumen peringatan tsunami juga dilakukan sebagai bagian dari pembelajaran terhadap adanya ancaman tsunami di wilayah Aceh. Untuk itu mulai tahun 2007 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan instansi-instansi terkait di pusat dan daerah telah melaksanakan pembangunan di beberapa situs dan monumen, salah satunya situs tsunami PLTD Apung. Sehingga saat ini isi kapal PLTD Apung tak lagi berisi berbagai macam mesin pembangkit listrik, tapi sudah ditata ulang menjadi wahana pembelajaran dan wisata edukasi.
Pengembangan situs tsunami PLTD Apung yang dilakukan pada lahan seluas 25.000 m2 dimulai pada tahun 2008 dengan pembuatan Detail Engineering Desain (DED) Situs Tsunami PLTD Apung dan dilanjutkan dengan penataan fisik dan lingkungan di bawah supervisi ahli-ahli ilmu bumi maupun seni dan budaya.
Kondisi kapal masih utuh, dinding dalam kapal yang terbuat dari baja kokoh juga telah dicat ulang yang didominasi warna kuning sehingga tak lagi meninggalkan kesan angker atau mengerikan, tapi justru memberikan kesan cerah dan menakjubkan di dalam kapal. Namun uniknya untuk cat luar kapal tidak dicat ulang, dibiarkan terlihat kusam agar tetap menunjukkan keaslian warna cat kapal tersebut saat diterjang tsunami. Di samping itu, sisa-sisa tsunami juga masih terlihat jelas, seperti beberapa tiang yang terlihat retak, jangkar yang tergeletak berada di dek paling bawah, rumput yang tersangkut di ban, pasir di dalam ruangan, kabel yang putus dan lain-lain. Semuanya itu membuat para pengunjung yang datang melihat akan teringat dan terkenang peristiwa tsunami.
***