Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda b'rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Nenek moyangku seorang pelaut sejati
Tiada takut mengarung samudra luas
Laut biru dan gelombang badai angin menerpa
Tak gentar menghadang semua halang rintangan itu
Lirik lagu Nusantara karya Ibu Sud di atas mengingatkan saya pada sebuah kampung rumah panggung sederhana di atas laut yang kadang tak lagi berpenghuni dengan terumbu karang muda yang dikerumuni ikan-ikan kecil nan mungil berwarna warni. Jarang yang tahu kemana penghuninya pergi, namun pada suatu waktu mereka akan kembali ke rumah-rumah panggung tersebut. Rumah-rumah panggung tersebut adalah sebuah permukiman Suku Bajo yang terdapat di Kampung Bajo Laut Lukko Siangpiong di Kabupaten Konawe Utara, di sekitar Pulau Labengke perbatasan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Masyarakat inilah yang disebut-sebut sebagai Suku Bajo, yakni suku yang menggantungkan hidup dari laut, memiliki kehidupan yang tak pernah jauh dari laut dan tinggal di rumah-rumah panggung yakni rumah tradisional non-permanen tanpa listrik, dengan dinding rumah terbuat dari kayu atau daun rumbia dan kelapa dan atap rumah terbuat dari bahan seng, nipah atau daun rumbia. Lantai rumah penduduk Suku Bajo seluruhnya terbuat dari bahan papan kayu bakau yang disusun sedemikian rupa sehingga kokoh untuk dipijak. Kayu papan rumah akan diganti jika kondisinya sudah tidak layak lagi untuk digunakan dan membahayakan bagi penghuni rumah.
Suku Penuh Cerita
Kampung Suku Bajo Laut Lukko Siangpiong di Kabupaten Konawe Utara, selalu menyimpan sejuta cerita yang selalu ingin diketahui namun tak juga dapat dimengerti. Banyak orang yang mengatakan bahwa Suku Bajo selalu identik dengan perahu, sebab dahulu mereka hanya tinggal di atas perahu dan berkelana tanpa ada yang tahu keberadaannya dan ke mana mereka pergi.
Pertanda mereka sudah kembali ke rumah-rumah panggung itu adalah kedatangan Soppe sang penghuni. Soppe adalah sebuah perahu sepanjang 8-10 meter yang memiliki atap yang selalu digunakan suku Bajo Laut saat hidup di laut lepas. Jika Soppe datang berati sang penghuni akan segera menjejakkan kakinya kembali di rumah-rumah panggung itu.