Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Arti Pendidikan Sebagai Gerakan Semesta dari Renungan dan Dedikasi Seorang Pendidik

29 Mei 2016   14:09 Diperbarui: 1 Desember 2022   00:31 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 1. Kegiatan beliau yang rutin seperti hari-hari biasa, menyelesaikan administrasi, memeriksa surat masuk, surat keluar dll. (Dok pri).

Ibu ini berangkat ke sekolah seperti biasa, sekitar jam 7 pagi. Jalanan yang ia lalui juga jalan yang sama yang setiap hari ia lalui selama tiga tahun terakhir ini. Setelah menempuh perjalanan dengan berkendaraan selama dua puluh menit,  maka sampai di sekolah pada pukul 07.20. Seperti hari-hari kemarin, rutinitas yang beliau lakukan adalah menyambut siswa di pintu gerbang dan bersama para guru ikut memantau siswa dalam kegiatan pagi hari, seperti senam pagi, membaca surat-surat pendek, membaca Asmaul Husna, Kultum siswa dan kegiatan lain yang menjadi kegiatan rutin sekolah ini. Kegiatan beliau selanjutnya juga seperti kegiatan hari-hari sebelumnya, yakni menyelesaikan administrasi, memeriksa surat masuk dan surat keluar, melihat agenda atau jadwal pertemuan rutin yang telah disusun, mengikuti rapat-rapat ataupun pertemuan kelompok kerja dengan volume 2 atau  3 kali sebulan. Semua kegiatan ini beliau sesuaikan dengan perencanaan yang telah dibuat bersama dengan para guru.

Seperti yang telah dijadwalkan dalam program kerja, setiap akhir bulan sekolah ini melakukan rapat kerja bulanan dengan tujuan mengevaluasi hasil kinerja pada bulan sebelumnya. Seperti biasa juga, ibu ini mengarahkan beberapa hal untuk  para guru dan staf, memotivasi mereka untuk bekerja optimal dan menganalisa hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang belum memuaskan ataupun yang belum mencapai target. Terselip dibenaknya bahwa sebagai seorang pimpinan banyak tugas yang menantang dan harus diselesaikan. Beliau sadar keberhasilan sekolah yang dipimpinnya sangat dipengaruhi oleh kemampuannya.Perlahan-lahan berbagai strategi mulai beliau terapkan terutama yang berkaitan dengan peningkatan proses pembelajaran, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) pendidik dan pengembangan bakat dan minat siswa. Berbekal ilmu dan pengalaman yang dimiliki, beliau terus bekerja, walaupun ia lebih merasa bahwa semua itu adalah kewajiban dari tugas yang harus dilakukan.

Ibu ini juga mengajar di kelas dengan enam jam pelajaran, baginya ini adalah satu-satunya tugas yang ia jalani dengan sangat menyenangkan. Dalam seminggu ada beberapa jam yang beliau isi juga dengan mengajar di sebuah perguruan tinggi pada sore hari,

“Ini sebagai salah satu cara untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan intelektual saya,” ujarnya.

Setelah hampir 15 tahun masa kerja, beberapa penghargaan telah diraihnya, namun beliau mengaku masih merasa belum berharga, terlebih akhir-akhir ini, beliau kerap mendapatkan murid-murid-nya, anak-anak (peserta) didik-nya menghabiskan waktu di tempat permainan atau play station(PS).

“Bukan hanya terpengaruh game, tapi kecanduan mereka terhadap play station(PS) bukan sekadarnya, tapi sudah mengarah dan merasuk pada hal negatif hingga meresahkan para orang tua mereka,” ungkapnya dengan tampak ada beban di wajahnya.

Apa yang terjadi ini ternyata mempengaruhi mood dan emosi beliau, dan merasa kian tak berharga sebagai seorang pimpinan. Pekerjaan yang ia lakukan hanya dijalaninya sebagai rutinitas semata walaupun ada target yang dibuat dan dikejar. Anehnya lagi bila target tercapai, beliau hanya merasa puas sesaat dan kembali hampa serta tidak ada sensasi yang membangkitkan semangatnya.

Berhari-hari, bahkan dalam hitungan bulan beliau merenung dan berfikir, apa yang salah dengan pilihan hidupnya sebagai seorang guru? Apa yang salah dengan proses pembelajaran di sekolah yang dipimpinnya? Apa yang salah dalam pengembangan bakat dan minat para muridnya?

Cita-cita yang ia kejar dengan segenap kemampuan, yang ia raih dengan perjuangan dengan melewati berbagai rintangan karena kondisi hidup telah menempanya untuk berjuang, namun sekarang apa yang terjadi? Beliau merasa seolah-seolah tidak berjuang lagi, tidak ada lagi sensasi kebahagiaan ketika ini dijalani. Ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, yang beliau sendiripun tidak tahu itu apa.

“Pernah di suatu malam saya tidak dapat memejamkan mata, yang terdengar hanya suara jangkrik berpadu dengan keheningan malam. Kulakukan introspeksi diri, mengenang kembali hari-hari yang telah terlewati, masa-masa penuh semangat pada sepuluh tahun pertamaku sebagai guru, dimana kreatifitas dan sejuta energi selalu kusiapkan dalam menghadapi tantangan dalam bertugas,” cerita beliau.

“Masa-masa itu kujalani dengan semangat dan motivasi yang tinggi. Banyak keberhasilan yang kuraih, terutama ketika anak-anak didikku berhasil, aku merasa sangat bahagia. Kurenungi dan kutelusuri bahwa pada masa-masa itu segala target yang kubuat, baik untuk diriku dan anak didikku sebahagian besar dapat tercapai walaupun itu bukan tujuan utama dalam bekerja. Lalu kutemukan titik terangnya yang menjadi pencarianku selama ini, yang mulai hilang dalam jiwaku sekaligus menjawab pertanyaan dari kegelisahan ataupun kekhawatiran batinku,” lanjut beliau dengan sedikit menitikkan air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun