Setiap hari rumah tangga kita menghasilkan sampah, baik organik, anorganik maupun Bahan Berbahaya Beracun (B3). Akankah sampah ini menjadi lawan yang menimbulkan masalah, ataukah kita jadikan kawan yang memberikan manfaat bagi kehidupan?
Dengan disahkannya Undang-Undang (UU) nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, maka payung hukum sudah ada. Di dalam UU tersebut disebutkan bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
Selain itu, paragdima lama pengelolaan sampah yakni Kumpul-Angkut-Buang sudah berganti menjadi paragdima baru sesuai UU tersebut yakni Pilah-Kumpul-Kelola.
Rumah tangga adalah sumber sampah. Â Namun banyak sampah yang tidak dipilah, padahal memilah sampah di rumah tangga khususnya Sampah Makanan adalah langkah awal bahkan kunci sukses mengolah sampah.
Komposisi sampah organik dalam rumah tangga seperti Sampah Makanan biasanya cenderung lebih besar dibanding komposisi sampah lainya (anorganik dan B3).
Sampah Makanan atau Food Waste yang segar dan lunak seperti sisa-sisa sayuran belum basi tapi tak layak dimasak, sisa nasi, tape dan buahan yang tak layak dimakan lagi (seperti pisang, nenas, pepaya, anggur, jeruk, apel, dll) kulit buah-buahan seperti kulit jeruk, namun jangan memasukkan kulit buah yang keras seperti kulit salak atau durian. Semua bahan ini dapat dibuat kompos dengan komposter rumah tangga.
Membuat kompos tidak sulit dan mengasyikkan lho!
Pengalaman saya berikut dalam melakukan praktik pengolahan sampah makanan/organik menjadi kompos skala rumah tangga di balai teknik air minum dan sanitasi Bekasi dapat menjadi panduan.
1. Sampah-sampah makanan seperti yang saya sebutkan di atas dikumpulkan, lalu dicacah atau dipotong-potong ( 2 cm).
4. Masukkan bahan ke dalam komposter (misal komposter gentong) dan tutup rapat. Dengan komposter gentong yang alas dan dindingnya dilubangi dan diisi kerikil dan sekam, merupakan cara sederhana karena seluruh sampah organik dapat dimasukkan dalam gentong.
Bantal sekam juga berfungsi sebagai alat kontrol udara agar bakteri berkembang dengan baik dan mencegah timbulnya belatung dalam keranjang karena tidak memungkinkan untuk perkembangbiakan serangga. Kemudian di bagian tepi keranjang diberi kardus untuk menyerap air, mempertahankan kehangatan sekaligus perangkap starter/aktivator kompos.Â
Simpan komposter di tempat teduh. Pertahankan suhu dan kelembaban dalam komposter 60-70 C dengan cara mengaduk isinya sekali sehari dan diperciki air, lalu tutup kembali. Jika perlu setiap hari ditambahkan sampah makanan yang baru dan diaduk merata sambil diperciki air.
5. Dalam 2 minggu hingga 1 bulan adonan telah selesai terfermentasi menjadi kompos yang bagus dan matang (ditandai perubahan warna menjadi kehitaman seperti pada foto di bawah).
Jika perlu kompos diayak, baru kemudian siap dipakai atau dipasarkan.
Komposnya dapat digunakan untuk memupuk berbagai tanaman di halaman. Hasilnya biasanya tanaman tumbuh subur dan lingkungan menjadi lebih asri. Bunga-bunga bermekaran, mengundang kupu-kupu beterbangan yang membuat pemandangan lebih indah. Udara menjadi lebih segar karena oksigen yang dihasilkan oleh pohon-pohonan pelindung.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, kegiatan pengomposan atau mendaur ulang sampah makanan juga mengasyikkan. Mengamati proses perubahan sampah menjadi kompos membuat kita mengagumi kebesaran Allah. Inilah salah satu cara mensyukuri nikmat-Nya.
Dengan mengolah sampah menjadi kompos, kitapun telah menjalani Gaya Hidup Minim Sampah Makanan dan tanpa sadar mengembalikan lagi pada bumi apa-apa yang telah kita nikmati. Kita mendapatkan berkah berupa kenikmatan yang dapat diukur hasilnya yakni sekian kilo gram kompos. Atau penghematan uang untuk membeli pupuk tanaman.
Lalu bagaimana dengan sampah yang dipilah di setiap rumah, namun warga tidak bersedia mengolah sampah organiknya menjadi kompos? Jawabnya harus diangkut oleh petugas kebersihan ke tempat pengomposan komunal. Tentu saja gerobak sampahnya harus diberi sekat.Â
Dengan pemilahan Sampah Makanan di sumbernya, maka tidak ada timbunan sampah organik yang berbau terutama di dapur dan halaman. Dapur dan halaman rumahpun Bebas Sampah Makanan.
Sarana pengomposan yang dikelola oleh Komite Lingkungan RT dapat menambah penghasilan petugas kebersihan dan mengisi kas RT. Peranan pengurus RT/RW, tokoh masyarakat dan PKK sangat besar untuk memotivasi warga dan memberikan keteladanan agar kegiatan ini berkelanjutan.
Selain itu peran dan dukungan dari pemerintah, swasta dan CSR nya, terkait dengan sosialisasi dan dana akan sangat membantu dalam pengembangan pengelolaan sampah khususnya Sampah Makanan atau organik yang bernilai ekologis dan ekonomis ini.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H