Buk Salma termanggu sendirian. Serentak dalam benaknya bergumpal suatu masalah. Masalah yang kemungkinan besar selalu ada dalam sebuah keluarga manakala setiap bulannya pendapatan atau pemasukan harus digunakan untuk membayar sekian banyak pos pengeluaran.
Dalam kalbunya yang jauh, ia menyadari kehidupannya yang kurang berubah  dari tahun ke tahun. Sejak sendiri, punya suami dan anak-anak, pengeluaran sering kali jauh lebih banyak dibanding pemasukan. Apalagi kalau mempunyai keinginan yang kadang timbul secara mendadak.
Tidak lama lagi anak laki-laki-nya selesai menamatkan pendidikan SMA, dan bercita-cita masuk ke jenjang universitas. Mestikah cita-cita anaknya terhalang karena keterpurukan keuangan?
"O.., tidak! Anakku harus bersekolah sampai ke perguruan tinggi, harus. Zaman sekarang siapapun yang tidak memiliki pendidikan akan terhempas  di "keranjang sampah"  bangsa." Buk Salma membatin yang tak ingin anaknya mengalami nasib yang buruk di masa depan.
"Bagaimana, Pa? Tahun depan anak kita akan masuk perguruan tinggi, mungkin tidak?" Tanya bu Salma kepada suaminnya pada suatu sore.
"Mengapa tidak mungkin? Mama jangan khawatir." Balas pak Hendra.
"Bagaimana saya tidak khawatir, selama ini kita hanya mengandalkan penghasilan bulanan dan tabungan, sedangkan keadaan kita cukup banyak pos pengeluaran yang harus dipenuhi," sindir bu salma pada suaminya.
"Kalau terus menerus diambil tabungan setiap bulannya, tentu akan habis pa, ibu tidak mau mengalami defisit dan akhirnya harus berutang." Seru bu Salma lagi.
"Aku mengerti, aku mengerti," tukas Pak Hendra.
"Bapak jangan hanya mengerti saja, tapi harus punya alternatif, seperti mencari produk keuangan lain yang memberikan imbal hasil yang lebih dibanding tabungan."
"Bagus, ide bagus, istriku hebat, makin tua makin kreatif," puji pak Hendra
"Lihat tu tetangga kita buk Lisa, walau pandemi wabah corona, keluarga mereka ceria-ceria saja, seperti tidak mengalami masalah keuangan gitu, padahal mereka juga memiliki dua anak seperti kita yang usianya sama dan suaminya juga bekerja seperti papa. Mungkin lebih baik kita selidiki tetangga kita itu." Komentar bu Salma.
"Oo, ingin jadi detektif swasta?" olok pak Hendra setelah ia memuji istrinya. "Ini akibat rajin nonton film drama korea. Sudah emak-emak masih berminat menjadi detektif swasta, he,he,he.....
Bu Salma betul -betul kesal, sebal dan kecewa karena ditertawakan suaminya. Padahal ia belum selesai  memaparkan rencana keuangannya. Ia tidak peduli lagi dengan suaminya dan diam-diam akan menyelidik secara santun manajemen keuangan keluarga bu lisa yang menjadi tetanganya itu.
***
Di atas adalah realita yang terjadi tempat tinggalku. Dua orang ibu rumah tangga yang profilnya nyaris sama bernama Salma dan Lisa, masing-masing berusia 40-an. Suami Salma berusia 43 tahun bekerja di sebuah perusahaan sebagai manajer. Dikaruniai dua orang anak, satu masih duduk di kelas 2 SMP dan satunya lagi akan melanjutkan kuliah. Gaji mereka saat saya singgung, enggan dijawab, namun mereka hanya berasumsi sekitar sekian juta rupiah sebulan.
Sementara Lisa yang punya hubungan saudara dengan saya, suaminya berusia 45 tahun yang juga bekerja sebagai manajer senior di sebuah perusahaan dengan penghasilan kurang lebih sama dengan keluarga Salma. Mereka juga dikaruniai dua orang anak, yang pertama juga akan masuk kuliah dan yang kedua mau masuk SMA.
Lalu apa yang membedakan kedua keluarga tersebut? Ternyata  kedua keluarga yang berpenghasilan kurang lebih sama itu, bisa memiliki gaya hidup yang berbeda. Keluarga Lisa tidak mewah tapi cukup. Mereka sepertinya tidak pernah kehabisan uang setiap tanggal 20, bisa mempunyai produk keuangan atau investasi seperti deposito, perhiasan, properti dan reksadana walau tidak besar-besar amat serta selalu dapat membayar pengeluaran-pengeluarannya.
Sementara keluarga Salma, baru tanggal berapa, uang sudah habis. Rasanya penghasilan mereka tidak pernah cukup. Inilah yang membedakan, pada perbedaan gaya hidup atau perbedaan keinginan.
Ya, kebutuhan dua keluarga tersebut kurang lebih sama. Sembako, transportasi, listrik, air, telepon/pulsa HP dan seterusnya, pasti sama. Perbedaanya adalah keinginan. Keluarga yang satu mungkin memiliki keinginan yang tidak ada batasnya, sementara keluarga yang satu lagi tidak. Bisa juga dua keluarga tersebut memiliki keinginan yang sama banyaknya, tapi keluarga yang satu dapat mengendalikannya sehingga bisa memiliki produk keuangan/investasi. Sebaliknya, keluarga yang satunya lagi tidak bisa.
Saat ini  tidak sedikit fakta yang menunjukkan bahwa kebanyakan dari kita seringkali memakai gaji untuk hal-hal yang memang kita inginkan terlebih dahulu sebelum membeli hal-hal yang kita butuhkan. Jadi pantas saja banyak orang yang sudah kehabisan uang bahkan sebelum mereka membeli kebutuhannya.
***
"Saya kewalahan memperingatkan kebiasaan suami yang kadang tidak bisa mengalahkan egonya. Dia lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan. Akibatnya kami selalu nombok setiap bulannya walau penghasilan besar," curhat bu Salma pada bu Lisa di suatu hari.
"Oh ya! kok bisa Pak Hendra seperti itu?" tanya bu Lisa
"Pengaruh lingkungan saya rasa, pergaulannya yang sekarang berbeda, namun kini sudah agak lebih baik sih."
Bu Lisa turut prihatin atas kondisi keuangan tetangganya itu, terutama menyangkut biaya pendidikan anaknya yang sebentar lagi akan kuliah.
Bu Lisa kemudian membantu agar bu Salma dapat merencanakan dan mengelolanya keuangannya dengan baik.
"Bu Salma setuju jika kita berkonsultasi dengan seorang financial planner dan memiliki produk keuangan keluarga seperti saya?"
"Aku setuju saja bu, asalkan hasil imbal hasil lebih besar atau minimal sama besar dengan inflasi," jawab bu Salma.
***
Berkat bantuan bu Lisa dan seorang financial planner, bu Salma dapat mengetahui profil resiko dan produk keuangan/investasi mana yang cocok untuknya. Akhirnya bu Salma memilih berinvestasi reksadana pendapatan tetap yang memberikan imbal hasil rata-rata 8 % dan inflasi 8 %, sehingga imbal hasil dan inflasi seimbang.
"Strategi yang baik  berinvestasi di reksadana adalah dengan berinvestasi setiap bulan pada tanggal yang sama dengan jumlah yang minimal misal Rp.200.000 agar mendapat hasil yang optimal." Ujar sang financial planner.
"Langkah selanjutnya, sekarang mari bu Salma menyiapkan dana Pendidikan." Ucap bu Lisa.
"Ya, dana pendidikan menjadi sumber keresahan tersendiri, biayanya meningkat setiap tahunnya seiring dengan inflasi, lalu apa yang harus saya lakukan?" tanya bu Salma.
"Bu Salma bisa mempersiapkan dana Pendidikan asalkan mau menyisihkannya dar sekarang," tukas bu Lisa.
"Maksudnya?" tanya bu Salma masih kurang paham.
"Iya, jadi begini, ada sejumlah investasi pendidikan yang popular saat ini yang bisa ibu pilih, seperti Asuransi Pendidikan atau Tabungan Pendidikan," ujar seorang financial planner bernama Hidayat.
"Iya, saya sudah pernah dengar itu, cuma masih saja ragu dan bimbang, tapi sekarang sudah ada bu Lisa." Kata bu Salma.
"Sebenarnya saat memutuskan memiliki anak, idealnya kita sudah memiliki  rencana keuangan juga bagi mereka. Sebab seperti bu Salma bilang, biaya pendidikan makin lama makin mahal. Jika kita hanya mengandalkan pendapatan saat ini tanpa mempersiapkan masa depan, maka kelancaran pendidikan anak kemungkinan besar akan terganggu." Tutur pak Hidayat.
"Produk Asuransi Pendidikan tersedia dalam pilihan pembayaran bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, tahunan hingga dalam bentuk sekali bayar kalau dana cukup. Nantinya perusahaan asuransi anda akan memberikan dana pendidikan setiap kali anak anda masuk ke jenjang-jenjang pendidikan tertentu, yang biasanya dimulai ketika SD." Jelas pak Hidayat.
"Pada tabungan pendidikan, anda seperti membuka tabungan biasa, tapi uang anda dikunci. Nanti ketika anak anda masuk TK, SD, SMP, dan seterusnya, tabungan anda baru dapat diambil. Tabungan pendidikan diterbitkan oleh bank, bekerja sama dengan perusahaan asuransi jiwa. Nantinya kalau anda sebagai orang tua meninggal dunia, dana pendidikan dari tabungan pendidikan tersebut akan diberikan." Lanjut pak Hidayat menjelaskan.
Bu Salma setuju untuk membuka tabungan khusus pendidikan dan membeli asuransinya juga demi menjamin  tersedianya dana pendidikan bagi kedua anaknya. Karena memang fokus utama bu Salma dan suami sekarang  adalah masalah dana pendidikan anak.
***
Menetapkan rencana dan tujuan keuangan yang perlu kita pakai adalah beragam produk keuangan, seperti tabungan, deposito, reksadana, logam mulia, property dan sebagainya. Mengenali setiap jenis produk keuangan sangat menentukan keberhasilan dalam berinvestasi. Pahamilah masing-masing fungsi, keuntungan dan kerugiannya, lalu pilihlah mana yang terbaik sesuai dengan kebutuhan, seperti yang dilakukan bu Salma.
Disamping itu, juga perlu mengenali kemampuan kita dalam menanggung resiko setiap produk, yang dikenal dengan istilah profil resiko. Jika kita termasuk konservatif atau pemula, akan lebih baik jika berinvestasi dengan produk keuangan yang resikonya dapat kita tanggung/berisiko kecil, demikian pula sebaliknya seperti produk investasi dengan hasil tinggi, yang biasanya disertai dengan resiko tinggi pula.
Menurut financial planner, bila ingin berinvestasi di reksadana atau saham, sebaiknya mempelajari dahulu karena jenis investasi ini memiliki resiko kerugian dan jangan gunakan seluruh uang anda untuk berinvestasi ketika anda belum paham dari jenis investasinya. Silakan mulai dari 5-10 % dari jumlah uang yang anda miliki untuk belajar berinvestasi.
Untuk membantu memilih jenis reksadana yang tepat, bisa membaca laporan prospektus dari tiap reksadana untuk mengetahui pergerakan naik-turunnya return investasi reksadana tersebut. Prospektus dapat diperoleh dari Lembaga keuangan yang menyediakan layanan reksadana.
Sumber informasi lain yang bisa digunakan untuk mengetahui kinerja reksadana adalah laporan reksadana tahunan yang biasanya ada di media massa seperti tabloid bisnis seperti Kontan atau kolom bisnis pada surat kabar harian. Atau media online seperti website pusat informasi Reksadana Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) yang sudah bergabung dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Anda bisa datang ke Bank seperti bu Salma untuk membuka reksadana. Di bank anda akan diminta mengisi risk profile atau profil resiko. Tujuannya untuk mengetahui apakah anda profil resikonya dalam berinvestasi! Misal tidak bisa menerima fluktuasi harga yang cepat, atau resiko kerugian yang besar.
Atau bisa jadi anda ingin berinvestasi tetapi hanya ingin mendapatkan hasil tetap yang diambil bulanan. Jadi tentukan tujuan keuangan anda, apakah untuk mendapatkan hasil bulanan dan untuk pendidikan anak seperti bu Salma, atau lainnya.
~***~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H