Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berantas Mafia Beras, Salah Satunya dengan Beras "Sachet"

1 Juni 2018   16:16 Diperbarui: 1 Juni 2018   16:46 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri) dan Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti (kanan) saat meninjau stok beras di Gudang Beras Perum Bulog, di Jakarta. (www.jurnalasia.com)

Ngomong-ngomong soal Bulog, pasti tidak jauh-jauh deh dengan yang namanya sektor pertanian. Sektor pertanian di sini kalau lebih spesifik lagi pasti menyangkut bahan kebutuhan pokok, terutama sekali beras.

Kita tahu sektor pertanian menjadi salah satu kegiatan ekonomi masyarakat yang paling besar di Indonesia, khususnya di daerah saya Aceh. Provinsi tempat saya lahir ini memiliki potensi pertanian yang cukup besar, khususnya tanaman padi, sehingga amat berkontribusi terhadap swasembada pangan yang telah dicanangkan Kepala Negara kita Joko Widodo.

Swasembada pangan, khususnya beras, menjadi prioritas utama pemerintah di Aceh untuk mendukung program pemerintah.

Yang saya ketahui, Aceh Barat Daya (Abdya) merupakan salah satu kabupaten yang sukses  mengembangkan tanaman padi, yakni mampu menghasikan panen sekitar 8,5 ton per hektar pada tahun 2017. Angka ini sangat tinggi yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Aceh. 

Keberhasilan Abdya dalam menyokong ketahanan pangan nasional merupakan berkat kerja keras seluruh petani yang selama ini sangat patuh terhadap program pemerintah seperti mengikuti jadwal tanam yang tepat, bercocok tanam secara serentak dengan menggunakan benih unggul bantuan pemerintah serta mengikuti petunjuk teknis dari dinas pertanian.

Sebagai pribumi Aceh, saya bersyukur Aceh diberi kelebihan oleh Allah SWT dengan memiliki potensi pertanian yang cukup melimpah, sehingga daerah ini selalu surplus gabah. Hal itu berdampak terhadap perkembangan harga beras di pasaran yang selalu stabil sesuai ketentuan pemerintah.

Dari segi harga beras, Aceh tidak terlalu bergejolak, karena memang stok yang ada pada tingkat pedagang atau pengusaha mencukupi, ditambah lagi dengan peran Perum Bulog yang mengantisipasi apabila terjadi kenaikkan harga.

Memang harga beras di Aceh ada kenaikan, namun tidak terlalu signifikan, karena bisa segera teratasi. Hal terjadi karena peran Bulog di Aceh sangat besar untuk mengendalikan harga, dimana stok beras yang dimiliki badan usaha milik negara ini mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Aceh hingga beberapa bulan ke depan.

Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri) dan Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti (kanan) saat meninjau stok beras di Gudang Beras Perum Bulog, di Jakarta. (www.jurnalasia.com)
Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri) dan Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti (kanan) saat meninjau stok beras di Gudang Beras Perum Bulog, di Jakarta. (www.jurnalasia.com)
Saya berharap peran Perum Bulog terus dapat dipertahankan, bila perlu terus ditingkatkan lagi, sehingga stok beras yang ada di Indonesia khususnya Aceh lebih besar lagi dan harga bahan kebutuhan pokok bisa terus stabil.

Yuk! Tingkatkan Peran Bulog

Saya berharap Bulog tidak saja berperan untuk menstabilkan harga, tetapi juga dapat menampung hasil produksi petani, sehingga tidak keluar ke daerah lain.

Mengapa saya berharap demikian? Sesuai laporan dari Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), para pedagang di Aceh, khususnya di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) saat ini enggan menjual beras ke Bulog, dan mereka lebih memilih untuk dibawa ke Medan, karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP) lebih rendah.

Jadi saya pikir peran Perum Bulog dalam hal ini harus lebih ditingkatkan lagi, yakni bagaimana mereka dapat menampung hasil produksi petani agar tidak keluar daerah lain. Memang alasan pedagang, karena harga yang ditetapkan Bulog lebih rendah dengan harga yang ditawarkan pengusaha di daerah lain. Tapi perlu dicari jalan keluarnya, sehingga Bulog dapat menampung hasil produksi petani.

Saya rasa dengan PERPADI, Perum Bulog dapat bermitra dengan tujuan antara lain;

1. Menciptakan siutuasi kondusif bagi petani terutama dalam meningkatkan produksi padi, agar pendapatan mereka bertambah.

2. Meningkatkan produksi padi supaya program ketahanan pangan nasional di daerah dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.

3. Mendorong para pengusaha penggilingan padi untuk menghasilkan beras berkualitas, sehingga konsumen bisa menikmati beras yang benar-benar layak konsumsi.

Seperti di daerah saya Meulaboh Aceh Barat, di mana Bulog Meulaboh masih mengandalkan usaha penggilingan padi milik swasta sebagai mitra kerja untuk membeli gabah, karena belum memiliki mesin penggilingan padi sendiri.

4. Untuk menciptakan kualitas beras yang baik, tentu harus meremajakan mesin penggilingan yang ada terutama yang ada di pelosok pedesaan supaya hasil beras menjadi lebih bagus.

5. Mengarahkan semua pengusaha penggilingan padi yang masih aktif untuk meningkatkan standar mesin penggilingan supaya dapat menghasilkan beras yang berkualitas standar nasional.

Segera Berantas Mafia Beras

Di zaman Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo ini, sepertinya gairah atau semangat memberantas kiprah mafia di berbagai bidang yang menyengsarakan rakyat kecil cukup berkobar.

Pemerintah yang dalam hal ini adalah Perum Bulog juga dapat memastikan untuk memberantas pihak-pihak mafia yang selama ini selalu membuat kekisruhan distribusi beras sehingga menyusahkan masyarakat. Keberadaan mafia beras memang sangat merugikan negara, karena mereka sengaja menyimpan  beras saat harga rendah, dan melepas ke pasar ketika masa paceklik dan harga tinggi.

Namun di saat terjadi panen raya di mana-mana (beras petani melimpah di pasaran)  dan harga turun, para mafia tersebut kebingungan untuk simpan beras.

Khusus di Aceh, sepertinya situasi masih kondusif, jauh dari sepak terjang para mafia. Karena memang persediaan beras baik yang ada di gudang Bulog maupun di pengusaha selalu mencukupi, sehingga harganya selalu stabil. Jika persediaan kurang, Bulog Aceh bisa memasok persediaan dari luar daerah.

Stok beras medium di gudang beras Perum Bulog Meulabaoh, Aceh. (www.beritasatu.com)
Stok beras medium di gudang beras Perum Bulog Meulabaoh, Aceh. (www.beritasatu.com)
Seperti di Kota Meulaboh, harga beras di tingkat pengecer mulai turun seiring banyaknya pasokan beras dari daerah sentra produksi padi (adanya panen) di beberapa tempat dalam wilayah di Provinsi Aceh, yakni rata-rata sekitar Rp. 5.000 -- Rp. 7.000 per karung (isi 15 Kg).

Para pedagang menyakini, harga beras akan turun setelah panen musim ini dilakukan serentak di setiap sentra produksi padi.

Sudah dapat dipastikan, jika para mafia ini tidak memiliki niat baik dalam membantu ketersediaan stok pangan tapi justru mengambil keuntungan di saat beras langka di pasaran.

Lalu bagaimana memberantas Mafia Beras ini? Saya pikir caranya ada tiga:

1. Dengan membuat mata rantai distribusi atau penyaluran beras menjadi sependek mungkin tanpa harus melalui apa yang selama ini kita sebut pedagang perantara atau agen pemasok. Dengan begitu ongkos produksi pun dapat ditekan.

Mata rantai distribusi merupakan salah satu faktor yang membuat harga komoditas menjadi mahal.

Menurut para pedagang di Meulaboh, kondisi stabil atau tidaknya harga beras di tingkat pedagang enceran dipengaruhi oleh harga pembelian dari pihak distributor sebagai pemasok barang.

Salah seorang pedagang menjelaskan, meskipun diprediksi harga beras mengalami penurunan akan tetapi  itu dalam jumlah sangat kecil atau paling berkisar antara Rp 1.000 - Rp 2.000 per sak. Kondisi demikian pernah terjadi sebelumnya, sebab harga di pedagang tergantung dari tampung agen pemasok.

Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Bulog harus dapat membuat  mata rantai distribusi beras menjadi lebih pendek, sehingga biaya produksi pun dapat ditekan.

2. Gerakan stabilitas pangan

Setiap tahun terutama dalam menghadapi hari-hari besar seperti menyambut bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Aceh rutin menggelar operasi pasar delapan kebutuhan pokok di Banda Aceh dan Meulaboh, yakni di Kantor Bulog Aceh dan Kantor Bulog Sub Divre Meulaboh Aceh Barat. 

Kegiatan ini diberi nama Gerakan Stabilitas Pangan yang diresmikan langsung oleh Kepala Perum Bulog Divre  dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh.

bulogterkini.com
bulogterkini.com
Bulog Aceh menggelar operasi pasar baru-baru ini. (beritabuana.co)
Bulog Aceh menggelar operasi pasar baru-baru ini. (beritabuana.co)
Bulog Sub Divre Meulaboh Aceh Barat juga menggelar operasi pasar baru-baru ini. (aceh.tribunnews.com)
Bulog Sub Divre Meulaboh Aceh Barat juga menggelar operasi pasar baru-baru ini. (aceh.tribunnews.com)
Menurut Kepala Perum Bulog Divre dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, selain bertujuan menjaga stabilitas harga barang agar tidak melonjak dan memastikan kebutuhan pokok masyarakat menjelang hari-hari besar tersebut terpenuhi, gerakan ini juga bertujuan untuk mencegah oknum-oknum tertentu (mafia) yang menimbun barang, yang mengakibatkan naiknya harga di pasaran. Jika hal tersebut terjadi, maka harus segera ditindaklanjuti.

Kepala Bulog Sub Divisi Regional Meulaboh juga mengatakan, operasi pasar dilakukan apabila harga beras sudah melebihi dari ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

Sudah dapat dipastikan, dalam gerakan ini, tidak ada campur tangannya mafia, sehingga harga bahan pokok khususnya beras dapat dijual di bawah harga pasar yang berlangsung sepanjang masyarakat membutuhkan sebelum dan selama hari-hari besar.


3. Inovasi dan kemasan yang menarik (Beras Sachet)

Jika melihat potensi pertanian yang cukup luas, Indonesia tidak bakal menimpor beras atau hasil sub sektor pertanian lainnya. Namun dalam realitanya, Indonesia hingga saat ini masih impor beras yang jumlahnya sangat signifikan.

Bila Pemerintah dapat mengelola sektor pertanian dengan sungguh-sungguh dan baik, maka Indonesia tidak bakal mendatangkan beras dari luar negeri.

Sebenarnya bila kita ingin membandingkan hasil pertanian Indonesia dengan negara luar seperti Thailand, kualitasnya hampir sama. Hanya kelebihannya negara luar mengoptimalkan pemasaran dan membuat kemasan menarik, sehingga bisa beredar di setiap pasar.

Hal tersebut, sepertinya belum dimiliki oleh petani di Indonesia, sehingga untuk proses pemasarannya dan membuat kemasan yang menarik menjadi terkendala.

Namun baru-baru ini dalam beberapa surat kabar yang saya baca, diketahui jika  di Tahun 2018 ini Perum Bulog akan menyediakan beras dalam kemasan kecil atau sachet-an, yakni kemasan 200 gram atau 250 gram dengan harga hanya Rp. 2000-Rp. 2.500/sachet.

Menurut Dirut Bulog, Budi Waseso kemasan beras sachet memiliki banyak keuntungan, seperti memudahkan masyarakat dalam mendapatkan beras dengan harga yang dapat dijangkau atau murah, sekaligus juga mengurangi mafia beras.

Budi Waseso memperlihatkan Beras Sachetan saat rapat di DPR (23/5/2018) yang nantinya dijual dengan harga Rp. 2.500. (Tribunlampung.co.id, Jakarta)
Budi Waseso memperlihatkan Beras Sachetan saat rapat di DPR (23/5/2018) yang nantinya dijual dengan harga Rp. 2.500. (Tribunlampung.co.id, Jakarta)
Budi Waseno beranggapan, dengan konsep yang berukuran kecil, mafia akan kesulitan untuk menimbun beras karena harus membuka kemasannya terlebih dahulu sehingga akan enggan melakukan penyelundupan. Beliaupun memastikan, walaupun dalam bentuk sachet, Bulog tetap menjamin kualitas berasnya.

Konsep  beras sachet yang dicanangkan oleh Bulog tersebut, rupanya juga terinspirasi dari produk makanan dan minuman yang kini sudah banyak tersedia dalam bentuk sachet. Saya amat setuju, jika Beras Sachet ini dapat menjadi Solusi, Strategi dan Inovasi (terobosan) yang dapat dilakukan oleh Perum Bulog, terutama dalam memberantas mafia beras.

Sumber: mojok.co
Sumber: mojok.co
***

Beras merupakan komoditas yang paling strategis, sehingga harga dan pendistribusian perlu selalu dipantau dan diawasi oleh pemerintah agar beras tetap tersedia dengan harga yang stabil. Sehingga masyarakat tidak keberatan untuk membelinya dan tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh.

Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Bulog harus selalu dapat meningkatkan perannya dan segera memberantas para mafia beras. Dengan begitu, pasokan/stok beras yang tersedia di setiap daerah mencukupi dan perkembangan harga tidak melebihi yang telah ditetapkan oleh pemerintak. Dampak selanjutnya Kehadiran Bulog di Sekitar Kita benar-benar makin terasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun