Kebutuhan listrik di Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Data proyeksi kebutuhan listrik yang dikeluarkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero dari tahun 2003 s/d 2020 sekitar 6,5 % pertahun, dengan petumbuhan listrik di sektor komersial yang tertinggi yaitu sekitar 7,3 % per tahun dan disusul sektor rumah tangga dengan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 6,9 % per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut, pemerintah Indonesia telah mencanangkan mega proyek pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 megawatt (MW) selama 5 tahun. Untuk mencapai ketersediaan tersebut saya pikir ada baiknya beberapa pembangkit memanfaatkan tenaga alam yang ramah lingkungan yang tersedia cukup banyak di Indonesia, seperti cahaya matahari, air, angin dan sumber energi nir-konvensional yang terbaharui dari lautan.
1. Energi Listrik dari Laut
Banyak potensi yang dapat digali dari luasnya lautan yang dimiliki Indonesia, salah satunya yakni sebagai sumber energi listrik. Energi laut  merupakan alternatif energi terbaharui, termasuk sumber daya non-hayati yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Selain menjadi sumber pangan, laut juga mengandung berbagai macam sumber daya energi yang keberadaannya semakin signifikan manakala energi yang bersumber dari bahan bakar fosil semakin menipis.
Diperkirakan potensi laut mampu memenuhi empat kali kebutuhan listrik dunia sehingga tidak mengherankan jika berbagai negara maju terus berlomba memanfaatkan energi ini. Secara umum lautan dapat memproduksi dua tipe energi yaitu energi dari kandungan air laut, perbedaan suhu dan salinitas (termodinamika) serta energi gelombang dan arus (mekanika/kinetika).
Tanda bahwa air laut mengandung arus listrik adalah adanya unsur Natrium Chlorida (NaCl) yang tinggi. Dan oleh H2O (air) diuraukan menjadi Na+ dan Cl-. Dengan adanya partikel muatan bebas itu, maka ada arus listrik. Dari beberapa percobaaan sederhana, dua liter air laut sebagai elektrolit dialirkan ke rangkaian Grafit (anoda) dan Seng atau Zn (katoda) mampu menghasilkan tegangan 1,6 volt.  Percobaan lanjutan dengan mengunakan air laut sebanyak 400 liter dan accu (aki) bekas 12 volt mampu menghasilkan 9,2 – 11,8 volt.
Pada prinsipnya, air laut yang mengandung garam masuk ke dalam baterai (tabung aki), sehingga muncul reaksi yang menimbulkan tegangan. Besarnya arus dan tegangan yang dihasilkan tergantung dari kapasitas baterai atau aki. Semakin banyak aki yang digunakan dan tekanan air laut semakin besar, maka arus atau tegangan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Dengan demikian, apabila percobaan dilakukan di pantai, maka energi listrik yang dihasilkan juga semakin besar.
Indonesia yang memiliki wilayah perairan laut yang melimpah, seperti selat, pantai, teluk atau kepulauan sangat cocok untuk mengembangkan energi listrik dari laut. Wilayah Manado dan Kepulauan Bangka Belitung misalnya, dengan Teknologi Tidal Turbines pada luasan sepanjang 3 km2 saja minimum menghasilkan 30 MW, sudah cukup memenuhi kebutuhan listrik Manado dan Bangka Belitung yang sebesar sekitar 25- 30 MW.
Pada kecepatan ini, turbin arus berdiameter 15 meter dapat menghasilkan energi sama dengan turbin angin yang berdiameter 60 meter. Lokasi ideal turbin arus pasang surut ini tentunya dekat dengan pantai pada kedalaman antara 20-30 meter. Energi listrik yang dihasilkan menurut Perusahaan Marine Current Turbine-Inggris adalah lebih besar dari 10 MW per 1 km2, dan 42 lokasi yang berpotensi di Inggris telah teridentifikasi perusahaan ini.
Selain  tidal turbine, ada juga Teknologi Tidal Fence yang biasanya dibangun antar pulau-pulau kecil, antar daratan dan pulau-pulau, atau antar pulau di antara selat yang juga dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung antar pulau, minimum menghasilkan 200 MW, sudah lebih cukup mememenuhi kebutuhan listrik Sulawesi Utara yang hanya 133 MW. Putaran terjadi karena arus pasang surut untuk menghasilkan energi.