Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mewaspadai Ramalan Thomas Malthus

21 September 2016   23:30 Diperbarui: 21 September 2016   23:43 3431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumlah penduduk di seluruh dunia terutama di Indonesia meningkat setiap saat, padahal ini menimbulkan masalah yang sangat serius. Dan saat ini Indonesia menjadi Negara berkembang dengan berbagai permasalahan, mulai dari ekonomi, kependudukan, lingkungan hidup hingga  pendidikan. Lalu kenapa harus ada bonus demografi segala?

Pernah mendengar nama Thomas Robert Malthus? Atau biasa dikenal sebagai Thomas Malthus. Beliau adalah seorang pendeta berkebangsaan Inggris yang juga pakar demografi. Teorinya tentang pertumbuhan penduduk sangat dikenal oleh dunia. Malthus  meramalkan bahwa pada pertengahan abad ke 19 pertumbuhan penduduk akan melampaui pertumbuhan pangan. Artinya akan terjadi kelaparan, kekurangan makanan dan kemiskinan di bumi.

Thomas Malthus mengibaratkan pertumbuhan penduduk seperti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, …..). Sementara pertumbuhan pangan sama seperti deret hitung ( 1, 2, 3, 4, 5, …..). Dari contoh tersebut terlihat jelas, kalau kian lama angka-angka pada deret ukur akan semakin menjauh meninggalkan angka deret hitung. Meski tidak terbukti, namun tampaknya ramalan Thomas Malthus dapat menjadi kenyataan, bahkan saat ini pun tanda-tandanya sudah mulai telihat.

Thomas Malthus, pakar demografi berkebangsaan Inggris yang meramalkan bahwa pada pertengahan abad ke 19 pertumbuhan penduduk akan melampaui pertumbuhan pangan. Artinya akan terjadi kelaparan, kekurangan makanan dan kemiskinan di masa depan. (Gambar:sahatsijabat22.blogspot.com)
Thomas Malthus, pakar demografi berkebangsaan Inggris yang meramalkan bahwa pada pertengahan abad ke 19 pertumbuhan penduduk akan melampaui pertumbuhan pangan. Artinya akan terjadi kelaparan, kekurangan makanan dan kemiskinan di masa depan. (Gambar:sahatsijabat22.blogspot.com)
Kita lihat sendiri saat ini, pertumbuhan penduduk yang kian cepat, namun banyak sekali penduduk yang mulai kekurangan makanan seiring gagal panen karena terjadinya perubahan iklim dunia yang mengakibatkan produksi pertanian mengalami penurunan. Jadi apa yang diramalkan oleh Malthus sudah mulai terlihat.

Data terbaru dari Food and Agriculture Organization (FAO) badan PBB yang menangani masalah  pangan dan pertanian menyebutkan bahwa setiap satu dari delapan orang manusia di bumi saat ini menderita kelaparan. Bukankah ini hal yang yang cukup mengerikan? Angka ini bukanlah angka yang kecil. Bayangkan saja di antara delapan orang selalu ada satu orang yang kelaparan! Inilah yang disebut Thomas Malthus dengan ledakan penduduk.

Menurut laporan United Nations Population Fund (UNFPA), badan PBB yang menangani masalah kependudukan, penduduk dunia hanya berjumlah 1 milliar jiwa di tahun 1804. Sementara di tahun 1927, jumlahnya sudah mencapai 2 kali lipat. Di tahun 1999 saja, penduduk dunia sudah mencapai 6 miliar jiwa. Lalu bagaimana saat ini? Diyakini penduduk dunia saat ini berkisar sekitar 7 miliar jiwa, dengan pertumbuhan penduduk tiap negara yang variatif.

Lalu apakah jumlah penduduk bumi yang terus bertambah harus dirayakan dengan pemberian bonus-bonus semacam bonus demografi seperti itu? Barangkali ini pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Karena faktanya seperti yang saya utarakan di paragraf awal bahwa pertumbuhan penduduk yang demikian tinggi, akan memberikan dampak/masalah yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan.

Masalah yang mengkhawatirkan justru pada negara-negara yang sedang berkembang atau miskin. Karena pertumbuhan jumlah penduduk yang besar justru biasanya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang dan masih miskin, termasuk Indonesia. Padahal hal ini memberi dampak yang buruk bagi berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Seperti Kemiskinan, Kesehatan, Pengangguran, Pendidikan, Perumahan, Pecemaran/Tingkat Polusi, Ketersediaan Pangan dan Air Bersih, Kejahatan/Kriminal hingga Menyempitnya luas Hutan dan Lautan.

Jadi alangkah ironisnya jika harus ada yang namanya bonus demografi. Semua masalah-masalah ini sepertinya akan saling berhubungan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut begitu dekat, misalnya saja Kemiskinan. Kemiskinan akan membawa akibat yang menakutkan. Karena akan membuat manusia tidak dapat hidup dengan layak dan nyaman, serta pendidikan yang baik tidak akan didapatkan. Begitu juga makanan yang bergizi dan fasilitas kesehatan, tidak akan dapat dirasakan dengan memadai. Sehingga dengan akibat-akibat itu, kadang orang tidak sungkan untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Semuanya berakar pada jumlah ataupun laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Jika tidak diselesaikan dengan baik, maka keadaaan juga tidak akan membaik di masa depan.

Seperti Indonesia yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tingi. Berapa jumlah penduduk Indonesia saat ini?  Menurut catatan BPS, penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan yang variatif dari tahun ke tahun, dan jumlah penduduk-nya terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Artinya jumlah penduduknya dari tahun ke tahun meningkat dan terus meningkat sangat pesat karena angka kelahiran bayi yang tinggi tentunya. Dan diketahui jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 254 juta jiwa sebagai negara urutan ke - 4 untuk penduduk terbanyak di dunia, setelah China, India dan Amerika. Saat ini Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk rata-rata 1,49 % per tahun. Setelah di tahun-tahun sebelumnya mencapai angka 1,6%.

Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perhatikan tabel di atas, pada tahun 2000, penduduk Indonesia hanya mencapai 206.264.595 jiwa. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya tahun 2010, meningkat hingga berjumlah 237.641.326 jiwa. Dan hanya sekitar empat tahun kemudian jumlahnya bertambah hampir enam belas juta. Bukankah ini angka yang tinggi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun