Venom: The Last Dance (2024) adalah film ketiga dan diharapkan menjadi penutupan untuk trilogi yang mengisahkan petualangan Eddie Brock dan simbiot aliennya, Venom. Dibintangi oleh Tom Hardy, yang kembali memerankan Eddie dan suara Venom, serta disutradarai oleh Kelly Marcel, yang juga menulis naskahnya, film ini berusaha memberikan kesimpulan yang besar dan memuaskan untuk perjalanan kedua karakter ikonik ini. Namun, seperti yang sering terjadi dengan film-film trilogi, Venom: The Last Dance tidak sepenuhnya berhasil memenuhi harapan yang telah dibangun oleh dua film sebelumnya.Â
1. Plot dan Karakter Antara Aksi dan Drama yang Tidak Sempurna
Cerita film ini berfokus pada perjalanan Eddie dan Venom yang harus melarikan diri dari kejaran pasukan militer dan ancaman baru, xenophage, yang bisa menghancurkan dunia. Dalam petualangan mereka, mereka bertemu dengan karakter-karakter baru, termasuk Dr. Payne (Juno Temple), yang meneliti simbiot, serta Mulligan (Stephen Graham), seorang polisi yang ternyata menjadi tuan rumah simbiot hijau. Â
Meskipun film ini berupaya untuk menghadirkan plot yang lebih kompleks dengan elemen-elemen baru seperti ancaman duniawi, film ini terjebak dalam alur yang terkadang terasa kacau dan sulit diikuti. Beberapa subplot, seperti keberadaan Area 51 dan kelompok hippie yang ingin mengungkapkan rahasia makhluk luar angkasa, tampaknya hanya ada untuk memanjakan penggemar tanpa memberikan dampak nyata pada cerita utamaÂ
Namun, satu hal yang masih bisa dinikmati adalah dinamika antara Eddie dan Venom. Hubungan "odd-couple" mereka, yang awalnya penuh konflik, kini semakin berkembang dan lebih manis. Kehadiran humor yang khas dan interaksi antara Eddie dan Venom menjadi daya tarik utama, meskipun terkadang terasa dipaksakan. Pada beberapa momen, penonton bisa merasakan kehangatan yang tulus, tetapi kadang-kadang film ini terjebak dalam humor yang terasa berlebihan dan klise.
2. Aksi yang Terlalu Berlebihan Menghilangkan Ketegangan
Dari sisi aksi, Venom: The Last Dance berusaha menawarkan sesuatu yang lebih besar, dengan adegan pertempuran yang lebih spektakuler, seperti pertarungan Venom dengan Xenophage di atas pesawat, pengejaran di gurun, dan aksi bawah air. Namun, meskipun adegan-adegan ini dirancang untuk menarik perhatian, CGI yang digunakan sering kali berlebihan dan tidak memberikan efek visual yang memuaskan. Adegan malam yang gelap dan penuh efek digital membuat penonton kesulitan untuk mengikuti pertempuran yang sebenarnya. Tidak jarang, aksi tersebut lebih terasa seperti tumpukan pixel yang membingungkan daripada sebuah pertarungan yang menegangkan Â
Pacing film ini juga menjadi masalah. Beberapa adegan terasa terlalu lama atau tidak relevan, seperti subplot keluarga hippie yang ingin bertemu alien atau adegan-adegan yang terlalu terfokus pada humor. Sementara itu, film ini berusaha tetap ramah keluarga, tetapi itu mengurangi intensitas dan keseriusan dari cerita yang seharusnya lebih dramatis. Hal ini berkontribusi pada perasaan bahwa film ini tidak cukup serius untuk menutup trilogi dengan cara yang memuaskan.
3. Karakter Pendukung dan Cameo Sedikit Hiburan yang Menyenangkan
Karakter-karakter pendukung seperti Mrs. Chen (diperankan oleh Peggy Lu) memberikan sedikit hiburan dalam film ini. Meskipun sebagian besar waktu lebih terfokus pada bromance antara Eddie dan Venom, beberapa momen dengan karakter pendukung seperti keluarga hippie yang diperankan oleh Rhys Ifans cukup menghibur dan memberi warna pada film. Namun, ini tidak cukup untuk mengangkat keseluruhan cerita yang cenderung terjebak dalam keinginan untuk mencampurkan humor dan aksi tanpa tujuan yang jelasÂ
Kesimpulannya  Apakah Ini Penutupan yang Memuaskan? Â
Venom: The Last Dance berusaha memberikan sebuah penutupan yang dramatis untuk trilogi ini, namun pada akhirnya, ia tidak mampu memenuhi harapan. Bagi penggemar setia yang menyukai humor dan dinamika antara Eddie dan Venom, film ini mungkin masih cukup menghibur. Namun, bagi mereka yang menginginkan sebuah akhir yang lebih serius dan mendalam, film ini lebih terasa sebagai sebuah perpisahan yang kurang memuaskan. Dari aksi yang berlebihan hingga plot yang terpecah-pecah, Venom: The Last Dance lebih banyak mengecewakan daripada membahagiakan, membuat banyak penonton berharap bahwa ini benar-benar menjadi akhir dari perjalanan Venom.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H