Hai pemerintahku,
Bagaimana kabarmu hari ini?
Aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu..
Bagaimana kisruh yang terjadi di antara kalian pejabat pemerintahan masih terjadikah ?
Bapak terhormat, JANGAN MATIKAN DEMOKRASI INI.
Kita mengetahui bahwa Demokrasi Pancasila merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Persoalan yang timbul sekarang apakah demokrasi di indonesia telah optimal dilaksanakan oleh bangsa indonesia untuk mewujudan tujuan nasional itu?
Mungkin ada sebagian orang berpendapat dan ada yang menjawab, “iya telah optimal dilaksnakan. Demokrasi telah optimal dilaksanakan di indonesia. Buktinya sekarang kita telah bebas berekspresi menyampaikan pendapat. Karena pada masa orda lama, kebebasan ini tidak ada”. Pendapat ini tidak salah dan benar adanya. Namun, pada pendapat saya pribadi, “Demokrasi di indonesia belum optimal dilaksanakan. Buktinya, kalau memang benar demokrasi telah optimal dilaksanakan, kenapa harus ada percekcokan atau perseteruan yang terjadi didalam pemerintahan Gubernur DKI dan DPRD DKI” ? Ini yang harus dipertanyakan.
Kisruh yang terjadi diantara kedua kubu pemerintahan ini menurut pandangan dan pendapat saya sebagai seorang mahasiswa adalah benar-benar telah mematikan demokrasi yang ada. Saya berpendapat demikian, karena saya berasumsi bahwa kedua kubu pemerintahan ini sudah benar-benar melupakan nilai-nilai pancasila yang seharusnya dijunjung tinggi. Mereka tidak menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai pancasila sebagaimana seharusnya. Secara tidak langsung mereka Mematikan demokrasi. Karena, tidak seharusnya dan tidak wajar jika hanya terdapat perbedaan pendapat sehingga harus berperang di meja rundingan. saling caci-maki di antara keduanya. Perbedaan pendapat itulah yang seharusnya dimusyawarahkan bersama untuk mecapai suatu mufakat. Tetapi kedua kubu pemerintah ini tidak mengamalkan kepentingan musyawarah. Mereka hanya beradu argumen tanpa memikirkan dampak yang terjadi di belakangnya.
Sungguh perbuatan yang tidak mencerminkan etika dan moral yang baik. Dimana letak moralitas dan kepemimpinan sebagai seorang pejabat pemerintahan? Apakah moralitas ini yang harus di tunjukkan pada umum bahwa pemerintah itu bisa melakukan apa saja sesuai dengan kehendak dan hati nuraninya? Tentu saja bukan ini yang diinginkan. Kita sebagai generasi penerus bangsa menginginkan sosok seorang pemimpin yang berjiwa sosial tinggi, berkualitas serta bisa dijadikan panutan. Bukan malah yang sebaliknya, seorang yang berjiwa tempramental dan tidak beretika dan bermoral yang baik. Kita harus mengetahui, bahwa kemajuan suatu bangsa itu terletak pada para pemimpinnya. Jika para pemimpinya sendiri tidak mencerminan sebagai seorang pemimpin, jangan mimpi mau jadi bangsa yang kuat dan maju.
Seorang pejabat pemerintahan tidak seharusnya melontarkan kata-kata kasar dan kotor. Pejabat pemerintah harus menunjukkan etika dan moral yang baik. Tapi nyatanya tidaklah demikian, apakah pantas sebagai seorang yang berpendidikan tinggi mengucapkan kata-kata kasar dan kotor di muka umum dan disaksikan oleh jutaan orang. Sungguh perbuatan yang memalukan sekali. Dimana letaknya martabat bangsa dimata dunia, jika sang pemimpin yang berpendidikan malah tidak mencerminkan seorang yang berpendidikan. Sungguh ironis sekali negeri ini, memiliki pemimpin yang seperti itu.
Negeri demokrasi pancasila yang terkenal santun akan adat ketimurannya sudah mati. Tergiring menjadi negeri yang anarkhi. Liberal kapitalis oleh punggawa negeri era ini, memprihatinkan justru yang model begini dibela tanpa reserve oleh pendukung-pendukungnya. Revolusi mental yang menjadi ikon, mereka malah merevolusi tanpa arah dan pranata. Sangat memprihatinkan. Apakah ini yang disebut denngan revolusi mental?
Tentu saja tidak. Hal inilah yang mematikan demokrasi yang ada. Dengan saling beradu argumen, dan dengan saling menuding pelaku korupsi, benar-benar tidak mencerminkan seorang pemimpin yang bertanggungjawab dan berkeadilan. Tidak tau yang mana benar dan yang mana salah. Jika tidak ada perdamaian di antara keduanya, tunggu waktu saja kita akan mengalami kemerosotan moral yang berkepanjangan. Keadilan tidak ada, pengkhianatan bangsa malah tumbuh subur dan segar bak tumbuhnya jamur di musim hujan.
Kita sebagai masyarakat tentu menginginkan adanya perdamaian di antara keduanya. Jika secara berterusan berbuat demikian tidak adanya perdamaian, ativitas bisa saja terhambat dan tentunya sangat merugikan kita semua. Pemerintah yang seharusnya memikiran nasib rakyat, malah sebaliknya rakyat yang peduli pada nasib para pemimpinnya yang berseteru entah sampai kapan berakhirnya. Jangan matikan demokrasi ini, sekaranglah saatnya kita menjaga agar demokrasi pancasila ini tetap tumbuh dengan subur, dan berbuah dengan hasil yang memuaskan semua pihak. Inilah dambaan kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H