Bahasa Indonesia lahir dari Bahasa Melayu yang pada zaman dulu menjadi bahasa lingua franca, yakni bahasa perdagangan antarpulau di nusantara. Kemudian dikukuhkan menjadi bahasa persatuan melalui momen Sumpah Pemuda. Bahasa Melayu menjadi dominan di kala itu dikarenakan fleksibelitasnya akan bahasa-bahasa lain. Dengan fakta tersebut, tepatnya 28 Oktober 1928, bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa persatuan dan tahun 1945 diresmikan sebagai bahasa negara.
Permasalahan yang muncul dalam eksistensi bahasa Indonesia adalah bagaimanakah cara mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia? Tidak hanya masalah
eksistensi saja, tetapi sanggupkah bahasa-bahasa daerah di negeri ini memperkaya kosa kata dan istilah bahasa Indonesia? Selain itu, bagaimanakah potensi bahasa Indonesia di era globalisasi?
Eksistensi bahasa Indonesia, selain dipengaruhi kekonsistenan penggunaanya, juga didukung oleh kemampuan bahasa tersebut dalam mengungkapkan fenomena baru yang berkembang. Oleh karena itu, perkembangan bahasa Indonesia sangat tergantung pada tingkat keberhasilan menciptakan kosa kata dan istilah-istilah baru. Bahasa Indonesia sudah mulai mengglobal karena bahasa Indonesia memiliki sifat terbuka dan  demokratis. Perkembangan yang terjadi sekarang dan yang datang tidak hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru yang dialami manusia di dalam sebuah proses perubahan dalam berbagai aspek kehidupan.
Bahasa Indonesia lahir pada 28 Oktober 1928 dan dicetuskan sebagai sikap politik para pemuda pada masa itu yang mengakui satu bangsa yaitu bangsa
Indonesia, satu tanah air yaitu Indonesia dan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Berarti, tahun 2008 ini bahasa Indonesia genap berusia 80 tahun dan dalam perjalanan panjangnya bahasa Indonesia telah menempati kedudukan penting sebagai bahasa nasional dan bahasa negara bahkan juga menjadi lambang jati diri bangsa serta alat pemersatu bangsa.
Apabila ditinjau dari sejarah, Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu yang digunakan sebagai bahasa perdagangan antarpulau di Nusantara. Dengan munculnya rasa kebangsaan, bahasa Melayu diangkat menjadi Bahasa Persatuan melalui momen Sumpah Pemuda. Bahasa Melayu menjadi sangat dominan di zaman itu dikarenakan fleksibelitasnya akan bahasa-bahasa lain. Karena interaksi bangsa Indonesia saat itu lebih banyak dengan orang-orang berbahasa Arab, Bahasa Arablah yang banyak diserap ke dalam Bahasa Melayu.
Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928 merupakan wujud kristalisasi semangat nasionalisme sebagai bangsa dijajah oleh bangsa asing. Dengan Sumpah Pemuda tersebut, penggalangan kekuatan guna mempersatukan suku bangsa yang tercerai berai yang terjadi di ribuan pulau negeri ini mulai menampakkkan kesadaran pentingnya hidup bersatu. Bersatu merupakan salah satu modal utama dalam rangka memerdekakan Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan bagian dari perjalanan sejarah bahasa Indonesia. Ikrar: satu bahasa,
bahasa Indonesia merupakan kekuatan pemersatu suku bangsa Indonesia yang berbeda suku dan bahasa. Kini Indonesia sudah merdeka dan Sumpah Pemuda sudah berusia 80 tahun. Apakah ikrar satu bahasa, yakni bahasa Indonesia masih memiliki kekuatan membangun rasa nasionalisme terhadap bahasa Indonesia?
Pada saat ini permasalahan-permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah eksistensi bahasa nasional dalam era globalisasi saat ini? Mampukah bahasa-bahasa daerah di negeri ini mendukung perkembangan bahasa Indonesia di era yang semakin mengglobal? Bagaimanakah gambaran bahasa Indonesia di masa depan?
Kegiatan komunikasi dalam berbagai kesempatan memang banyak masyarakat terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Tidak jarang dijumpai bahwa mereka pun kadang lebih fasih dan memahami bahasa Indonesia daripada bahasa daerahnya. Selain itu, dalam pertemuan-pertemuan resmi pun digunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, fenomena penggunaan bahasa Indonesia sekarang ini menunjukkan bahwa fungsi bahasa Indonesia tidak lagi sama seperti dalam sejarah Sumpah Pemuda tahun 1928. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah apakah bangsa Indonesia masih merasa memiliki bahasa Indonesia? Andai bangsa ini merasa memiliki bahasa Indonesia kemungkinan masih kurang menunjukkan sikap dan perilaku yang positif.
Bagi sebagian bangsa Indonesia, bahasa Indonesia masih dinilai sebagai bahasa yang inferior. Masyarakat kini gemar menyebut kata asing ketimbang padanannya dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing dianggap memiliki prestise yang lebih tinggi daripada bahasa Indonesia. Hal ini tampak pada pemakaian kata atau istilah asing yang berarti tidak memiliki kebanggaan terhadap bahasa Indonesia dan tidak mencari kata atau istilah yang berasal dari bahasa Indonesia atau dari bahasa serumpun.
Gejala mengkhawatirkan ini tidak dapat dianggap remeh, sebagai suatu perkembangan yang biasanya muncul dalam masyarakat urban, seperti juga tampak di sejumlah negara lain. Timbulnya gejala bahasa pergaulan, terutama dikalangan muda, dalam masyarakat urban yang rentan terhadap derap globalisasi merupakan fenomena yang dapat kita pahami. Namun, kalau kecerobohan dalamÂ
penerapan bahasa Indonesia juga menyelinap di media, biasanya di media elektronik yang dampak jangkauannya lebih mendalam dan meluas dibandingkan dengan media cetak, maka kekhawatiran kita terhadap masa depan bahasa Indonesia bukanlah berlebihan.