Mohon tunggu...
ihwanul muaripin
ihwanul muaripin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kiamat 2012 yang Sesungguhnya

21 Desember 2012   15:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:14 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa tahun silam kelender suku maya sempat menggegerkan dunia. Tanggal terakhir dalam kalendernya tertulis tanggal 21 desember 2012, atau tepatnya hari ini. Berita gencar-gencaran pun disampaikan media. Bahkan saat itu sempat ngtrend menanyakan hal tersebut kepada menanyakan dugaan “kiamat” tersebut kepada para “orang pinter”. Sungguh luar biasa hanya karena kalender suku maya –suku yang dianggaap memiliki kemampuan astronomi yang luar biasa –mampu menghebohkan dunia.
Kita ingat pasca berita itu film pun tentang “kiamat” pun dibuat dengan judul “2012”. Hal ini semakin mengindikasikan kepercayaan masyarakat dunia terhadap perhitungan kalender suku maya tersebut. Walaupun isi film tersebut jauh dari “kondisi sebenarnya” – kepercayaan agama yang dianut manusia –sesuatu bernama “kiamat” itu. Beberapa orang disekeliling penulis berkomentar terhadap film tersebut “setelah kiamat kok masih ada yang hidup”,kata salah satu dari mereka. Dalam film tersebut seperti ada pesan yang tersirat dimana menunjukkan bahwa manusia takut akan kematian atau takut akan kiamat. Sehingga, mereka menciptakan teknologi untuk bisa menghindari kiamat atau lebih tepatnya kematian atas dirinya.
Agama mengajarkan kepada umatnya bahwa kematian dan kiamat hanya diketahui oleh Tuhan. Manusia sebagai hamba hanya dapat melihat tanda-tandanya saja. Hal ini mungkin berbeda apabila ternyata pesan yang disampaikan dalam film tersebut disampaikan oleh orang atheis, bukan berarti mereka yang memproduksi film tersebut orang atheis. Tapi pesan yang disampaikan mewakili mereka yang menganggap bahwa mereka bisa menghindari kiamat apabila telah sampai saatnya nanti.
Kiamat –bukan dalam arti sebenarnya –sebenarnya telah terjadi di dunia ini. Kerusakan moral dan budi pekerti yang membawa manusia ke jaman jahiliyah merupakan salah satu “kiamat”. Berbagai tindakan amoral yang dilakukan tanpa adanya rasa bersalah dan dianggap sebagai satu yang biasa dan wajar dilakukan. Sungguh sangat riskan apabila kekacauan mental yang terbentuk sekarang tetap dipertahankan, filter terhadap budaya barat yang tidak terkontrol akan membuat masyarakat kita meniru kebiasaan mereka dan mengabaikan local wisdom negara ini. Trend akan gaya hidup masyarakat negara barat membuat generasi muda melupakan jati diri asli mereka. Kecuali kalau jati diri generasi indonesia adalah jati diri peniru sejati, itu akan membuat perubahan pemikiran dan tindakan sulit dilakukan.
Trend Korean style yang membahana di Indonesia menjadikan inspirasi bagi generasi muda indonesia untuk memakai mode mereka. Serempak boyband dan girlband menjamur di indonesia, dikalangan sebagian generasi muda dan pelajar indonesia terinspirasi atas korean style membuat mereka berlomba mengumpulkan gambar (foto) dan segala yang berkaitan dengan gaya artis korea. Fakta ini membuat generasi muda indonesia kadang kurang memiliki pendirian sehingga mereka cenderung mengikuti trend yang terbangun. Walupun mungkin hal itu tidak mencangkup seluruh generasi muda indonesia, beberapa generasi muda saja terutama di lingkungan asal dan tempat tinggal penulis.
Selain masalah diatas, hal yang perlu diperhatikan dan bisa juga disebut “kiamat” adalah kebenaran dan kebohongan yang sulit dibedakan. Terutama apabila berita telah diolah oleh media terlebih dahulu. Dengan berbagai latar belakang media dengan segala kepentingannya membuat penyampaian berita menjadi subjektif, hal ini berpotensi terjadi penyimpangan pemahaman pesan oleh audien atas fakta yang ada dianggap sebagai suatu yang wajar. Pendidikan perihal perilaku media sebaiknya disosialisasikan kepada masyarakat luas. Tanpa bermaksud untuk menurunkan rating media, tetapi lebih mengajarkan kepada masyarakat indonesia agar lebih selektif dalam memilih tontonan yag baik untuk mereka dan keluarga mereka. Karena fungsi utama media adalah lebih dari hiburan semata, pendidikan sebagai fungsi pentingnya harus lebih diutamakan.
Penyampaian informasi harus sesuai dengan fakta harus dipegang teguh oleh media massa dan mengabaikan maksud untuk menyudutkan ataupun menjatuhkan pihak lain. Menjalankan fungsi utama media terutama pendidikan yang saat ini mulai sering diabaikan. Dalam beberapa acara hiburan sebenarnya tersirat suatu pendidikan tetapi yang jadi masalah adalah apabila audien tidak menangkap pesan pendidikan dan hanya menangkap hiburan semata. Perhatian media akan beberapa fungsi penting media yang mulai terabaikan hendaknya lebih diperbaiki. Pendidikan yang tersirat dalam acara hiburan akan sulit dicerna oleh masyarakat bawah yang kurang memiliki pemahaman atau minim akan pendidikan. untuk itu marilah bersama Membangun indonesia untuk menjadi yang lebih baik dengan mempertahankan local wisdom Negara kita, Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun