Mohon tunggu...
Ikhwan Prasetiyo
Ikhwan Prasetiyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa, concern terhadap bidang sosial politik, pertanian, dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dilema Industri Kelapa Sawit

3 Oktober 2024   20:58 Diperbarui: 3 Oktober 2024   23:02 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Industri sawit terbukti telah memberikan kontribusi besar terhadap Indonesia terutama dalam pertumubuhan ekonomi. Namun disisi lain isu deforestasi, konflik agrarian, biodiversity loss juga mengikuti dibelakangnya.

Dalam transisi energi, program biodiesel yang berasal dari kelapa sawit dalam menyerap produk dalam negeri dan menciptakan pasar memiliki peran besar. Dengan menciptakan bahan bakar nabati ramah lingkungan, biodiesel juga berpengaruh pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Sumber energi dari kelapa sawit ini pun termasuk energi terbarukan dan pelan-pelan menggantikan energi fosil

Isu deforestasi dan biodiversity loss terkait pertumbuhan lahan kelapa sawit yang semakin luas di Indonesia. trend kenaikan perluasan lahan kelapa Sawit yang semakin bertambah setiap tahunnya berpotensi menghilangkan biodiversitas dan peningkatan deforestasi di Indonesia, saat ini saja luas lahan kelapa sawit di Indonesia sudah 16,8 juta hektar dan ada 3,3 juta hektar lahan yang ilegal. Pertumbuhan ekonomi oleh kelapa sawit memang perlu mempertimbangkan dampak lingkungan sebagai akibatnya.

Data dari konsorsium pembaruan agraria yang dilansir dalam Mongabay menyatakan Tahun 2022, sektor perkebunan menjadi penyebab konflik agraria tertinggi bahkan sejak satu dekade terakhir. Pada 2022, KPA mencatat, ada 99 kasus agraria di sektor perkebunan dengan luasan 377.197 hektar dan korban 141.001 keluarga, tertinggi sektor sawit. Komnas HAM mancatat, konflik agraria menjadi kasus paling banyak diadukan. Atnike Nova Sigiro, Ketua Komnas HAM mengatakan, laporan konflik banyak karena kebijakan dan tata kelola agraria. Ini artinya seringkali kebijakan-kebijakan pemerintah tak sesuai prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Ahli Hukum Sawit dan Perhutanan Sadino mengungkapkan masih banyak tumpang tindih aturan yang membayangi industri kelapa sawit tanah air. Menurutnya hingga kini regulasi pusat dan daerah terkait kelapa sawit tidak ada kesatuan yang menyebabkan ketidakpastian. Regulasi pusat dan daerah bahkan tidak ada kesatuan dari sisi perkebunan sawit, dan ada ketidakpastian dunia sehingga pelaku usaha menjadi kebingungan.

Tata Kelola yang baik menjadi catatan penting bagi pemerintah dan pelaku usaha kelapa sawit. Sinkronisasi regulasi dari hulu hingga hilir industri kelapa sawit ini menjadi kunci, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam industry kelapa sawit ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun