Mohon tunggu...
Ikhwanudin Rofii
Ikhwanudin Rofii Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang yang selalu ingin tahu, dan selalu ingin belajar dengan siapa saja

Hidup itu seperti naik gunung, banyak tantangan yang harus dilalui untuk sampai ke puncak.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hutan Indonesia (Bagian 1): Lahirnya Sebuah Kebijakan PHBM

11 Oktober 2014   14:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:29 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Problematika dasar Politik Kehutanan

Politik di dalam dunia Kehutanan memiliki dampak yang besar terhadap dinamika yang telah mewarnai berbagai pengelolaan hutan yang terjadi di Indonesia. Berbagai kebijakan kehutanan yang dibuat, selalu mempertimbangkan keadaan politik nasional yang terjadi. Gejolak politik yang terjadi di tingkat pembuat kebijakan secara tidak kita sadari, memiliki dampak yang serius terhadap kondisi kehutanan yang ada di Indonesia. Munculnya permasalahan lingkungan seperti deforestasi, degradasi hutan, dan permasalahan masyarakat sekitar hutan akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran adalah salah satu hasil dari kebijakan pada masa pemerintahan orde baru yang dibuat karena kepentingan politik nasional dengan alasan pemenuhan kebutuhan Negara yang sedang berkembang. Sejak itulah isu lingkungan menjadi topik pembicaraan politik yang menarik perhatian banyak pihak dalam empat dekade terakhir, dan diprediksi akan terus menjadi topik pembicaraan kedepannya karena kompleksitas yang dimilikinya.

Pada pelaksanaannya, pengambilan kebijakan dalam pengelolaan hutan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik berbagai pihak yang berkepentingan disana. Ketika kebijakan yang dibuat terdapat kepentingan politik dan memberikan dampak yang nyata dalam hal perbaikan pengelolaan hutan yang lestari dan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan meningkat, sebenarnya hal tersebut tidak menjadi masalah dan keberadaan politik disini memiliki dampak yang positif. Namun sayangnya, hal tersebut tidak pernah terjadi dan masih hanya menjadi impian, karena setiap kepentingan politik yang masuk dalam kebijakan di kehutanan selalu berusaha mengambil manfaat sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan kondisi hutan atau masyarakat yang memiliki kepentingan juga terhadap hutan. Alhasil dari kondisi seperti itulah, maka banyak terjadi konflik terhadap hutan terutama antara stakeholder pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan.

Praktek kehutanan di Jawa oleh pemerintah yang direpresentasikan Perum Perhutani, boleh jadi yang tertua di Indonesia. Ketika pemerintah mengambil alih kepentingan terhadap hutan, dalam artian hampir seluruh produksi dari hutan diambil oleh negara dengan alasan pembangunan, maka bagi masyarakat lokal, hal tersebut adalah sesuatu yang aneh dan tidak adil. Selain itu, adanya ketidakpuasan masyarakat lokal terhadap kebijakan pengelolaan hutan yang kurang mengakomodir partisipasi mereka juga menjadi pemicu utama semakin meningkatnya konflik antara pemerintah (pengelola hutan) dengan masyarakat. Persoalan dasarnya adalah tertutupnya akses masyarakat desa hutan terhadap sumberdaya hutan disekitarnya. Ditambah lagi dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat yang belum tersentuh oleh kebijakan makro pemerintah, sehingga menjadikan konflik ini makin masif dan tak kunjung selesai. Jika pemerintah benar-benar ingin mengatasi berbagai permasalahan tersebut, maka Perhutani harus mau merubah paradigma pengelolaan hutan dengan memberikan porsi lebih pada usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama yang tinggal disekitar hutan.

Kebijakan Hutan di Indonesia

Bersamaan dengan adanya problematika politik kehutanan yang terjadi di Indonesia, maka kemudian muncullah berbagai kebijakan untuk mengatasi problematika yang ada. Berbagai kebijakan yang dibuatpun telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan yang signifikan. Perkembangan tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi berbagai pelaksanaan kegiatan dibidang kehutanan. Kebijakan yang ada, dalam pelaksanaannya memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda-beda, bahkan ketika kebijakan tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, maka akan muncul kebijakan yang baru untuk menggantikan dan memperbaharui kebijakan yang lama.

Dari berbagai kebijakan dalam kehutanan yang ada, terdapat salah satu kebijakan yang dianggap solutif untuk mengatasi konflik antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan yaitu kebijakan mengenai pengelolaan hutan bersama masyarakat atau lebih dikenal dengan PHBM, karena dampaknya dapat dirasakan secara langsung oleh pihak-pihak terkait yang memiliki kepentingan dengan keberadaan hutan, dan utamanya adalah kepentingan masyarakat sekitar hutan.

Kebijakan PHBM yang dicanangkan tersebut bertujuan untuk membuka kesempatan bagi masyarakat desa hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan, mencapai pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Selain itu, selama ini peran masyarakat seringkali hanya ditempatkan dalam proses implementasi kebijakan, sedangkan dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan peran masyarakat masih sangat terbatas dan bisa dikatakan tidak ada. Namun dengan adanya kebijakan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini, masyarakat merupakan pemeran utama dari kebijakan dan memiliki peran yang besar mulai sejak penyusunan kebijakan hingga evaluasi kebijakan. Dengan begitu, maka motivasi dan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan hutan akan muncul dari proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan masyarakat.

Seperti yang diungkapkan oleh Islamy (2001) yang menyatakan bahwa keberhasilan dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat juga terletak di tangan masyarakat, yang salah satunya ditunjukkan dari seberapa besar keinginan masyarakat untuk berpartisipasi didalamnya. Untuk kepentingan proses implementasi kebijakan publik yang selalu direspon oleh masyarakat secara positif, para perumus kebijakan harus senantiasa melakukan negosiasi langsung dengan masyarakat yang terkena dampak suatu kebijakan. Sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan ini, masyarakat diharapkan kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan lebih baik dan kelestarian hutan yang senantiasa terjaga.
Dalam perjalanan selama kurang lebih 14 tahun ini (2001-2014), kebijakan PHBM telah berdampak positif terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang ini, terutama masyarakat di sekitar hutan. Berbagai perubahan positif mulai dirasakan, diantaranya yaitu :

1.Konflik masyarakat-perhutani terkait hak-hak dalam pemanfaatan hutan yang mulai berkurang intensitasnya,

2.Mulai terjadi peningkatan pendapatan yang mencukupi kebutuhan masyarakat meskipun peningkatan yang terjadi tidak signifikan dan tidak sama disemua wiayah pelaksana PHBM ini,

3.Perasaan memiliki masyarakat terhadap hutan semakin kuat

4.Mulai adanya komunikasi yang positif dan kerjasama antara pihak Perum Perhutani dengan masyarakat.

5.Masyarakat desa/kampung hutan dapat mengakses kawasan hutan dan memiliki hak atas sumberdaya di dalamnya.

6.Banyak melibatkan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan kebijakan, yaitu Masyarakat Desa Hutan, Pemerintah Desa, Perhutani, Forum Komunikasi PHBM, LSM, Dinas/instansi atau pihak terkait yang lain, dan Koperasi/pedagang hasil perhatian dan hasil hutan.

Sumber referensi :
Islamy, Irfan M. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun