Disamping itu bila kita melihat dinamika politik pra-2024 menunjukkan peningkatan partisipasi politik, terutama di kalangan generasi muda dan kelompok marginal, yang menandakan kesadaran dan keinginan untuk perubahan. Hal ini membawa angin perubahan dalam bentuk partisipasi politik.
Namun, partisipasi ini sering kali dimanipulasi oleh elit politik untuk kepentingan mereka sendiri, sehingga tidak selalu mencerminkan kekuatan rakyat yang sejati. Polarisasi sosial dan politik yang semakin meningkat dapat mengancam keberlanjutan demokrasi, karena elit menggunakan strategi devide et impera untuk mempertahankan kekuasaan mereka, menghambat solidaritas kelas yang diperlukan untuk perubahan struktural. LRF yang merupakan narasumber dan mengerti akan sejarah sedikit mengungkapkan bahwa "Oposisi yang kuat dan pluralisme politik adalah tanda-tanda pluralisme yang sehat dalam sistem politik, namun jika oposisi hanya menjadi alat bagi faksi-faksi elit yang berbeda tanpa agenda yang jelas untuk perubahan sosial yang lebih luas, maka oposisi ini tidak akan efektif dalam memperjuangkan demokrasi yang sejati." Sehingga pluralisme politik harus diiringi dengan gerakan sosial yang kuat yang mampu menentang kekuasaan elit dan kapitalisme.Â
Dalam alternative skenario di masa depan ada beberapa perspektif yang dapat dipakai untuk skenario optimis, gerakan sosial dan politik progresif berhasil memperjuangkan reformasi struktural yang signifikan, termasuk penguatan institusi demokratis, redistribusi kekayaan, dan peningkatan partisipasi politik rakyat, yang akan membawa pada konsolidasi demokrasi yang lebih kuat dan inklusif. Namun, jika kekuatan oligarki dan korupsi terus mendominasi, demokrasi di Indonesia bisa mengalami kemunduran menuju otoritarianisme baru, di mana kebebasan sipil dan politik ditekan, dan ketidakpercayaan publik terhadap demokrasi meningkat. Dalam skenario status quo, meski ada beberapa perbaikan, demokrasi tetap dalam kondisi setengah matang dengan banyak masalah struktural yang belum terselesaikan, seperti ketimpangan sosial dan korupsi, yang terus menghambat partisipasi politik yang sejati.
Kesimpulan
Indonesia saat ini memasuki periode transisi yang menarik dalam sejarah demokrasinya, dengan perubahan kekuasaan dari pemerintahan Jokowi menuju masa depan yang dipegang oleh Prabowo. Namun, di tengah-tengah ketegangan politik yang semakin meningkat menjelang Pilpres 2024, pertanyaan kritis tentang keberlanjutan dan kemajuan demokrasi Indonesia menjadi sorotan utama. Dr. Pius Sugeng Prasetyo berpendapat bahwa era pluralitas, toleransi, dan akuntabilitas harus terus dijaga untuk memastikan kemajuan demokrasi di Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya pengembangan demokrasi di tingkat bawah (grassroots democracy) dan akuntabilitas demokratis dalam pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, LRF, seorang motor penggerak pergerakan, menyoroti pengaruh oligarki, kapitalisme, dan dinamika kelas yang menghadapi tantangan besar dari korupsi sistemik dan ketimpangan sosial. Ia juga menekankan perlindungan hak asasi manusia melalui reformasi hukum yang menghormati kebebasan sipil dan politik, serta penguatan institusi anti-korupsi dengan meningkatkan independensi dan transparansi. Dalam skenario masa depan, ada beberapa perspektif yang dapat dipakai untuk skenario optimis, seperti gerakan sosial dan politik progresif yang berhasil memperjuangkan reformasi struktural yang signifikan. Namun, jika kekuatan oligarki dan korupsi terus mendominasi, demokrasi di Indonesia bisa mengalami kemunduran menuju otoritarianisme baru.
References
BBC. (2023). Pemilu 2024: Tiga pasangan capres-cawapres akan bertarung dalam Pilpres, apa saja visi dan misi mereka?. BBC.
Bland, B. (2020). Man of Contradiction : Joko Widodo and the struggle to remake Indonesia. Penguin Books.
Lubis, Y., & Sodeli, M. (2017). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Prasetyo, P. S. (2005). Desentralisasi dan Demokratisasi di Desa: Membangun Akuntabilitas Publik melalui Kultur Lokal.
Ramadhan, A., & Prabowo, D. (2004, April 25). Tak Ada Tim Transisi Pada Pergantian Pemerintahan Dari Jokowi Ke Prabowo.