Mohon tunggu...
Maulana Ikhsan
Maulana Ikhsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - ~

More important is action ~saudade~

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menakar Hak Demokrasi di Era Konstelasi Politik 2024

10 Juni 2024   19:31 Diperbarui: 10 Juni 2024   19:31 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Maulana Ikhsan

07 Juni 2024

Pendahuluan

Menurut (Ardito Ramadhan, Dani Prabowo (2024) Indonesia saat ini memasuki periode transisi yang menarik dalam sejarah demokrasinya. Perubahan kekuasaan dari pemerintahan Jokowi menuju masa depan yang dipegang oleh Prabowo menandai langkah penting dalam perjalanan demokratisasi negara ini (Ben Bland (2020)). Namun, di tengah-tengah ketegangan politik yang semakin meningkat menjelang Pilpres 2024, pertanyaan kritis tentang keberlanjutan dan kemajuan demokrasi Indonesia menjadi sorotan utama (BBC (2024)). Apakah era pluralitas, toleransi, dan akuntabilitas akan terus dijaga, ataukah kita akan menyaksikan gejolak baru yang berpotensi menggerus praktik demokrasi yang sehat?

Sebagai penulis yang mengambil sudut pandang seorang penuntut ilmu (Yusnawan Lubis, Mohamad Sodeli (2017)) yang mana  menempatkan kemerdekaan dan keadilan sebagai nilai utama, penulis bertekad untuk mengulas isu-isu terkait hak-hak demokrasi dengan sikap independen dan netral. Dengan mendasarkan analisis pada data lapangan yang tersedia, tujuan tulisan ini adalah memproyeksikan kemungkinan kondisi demokrasi di masa depan Indonesia. Sejumlah parameter akan menjadi fokus utama, termasuk ruang partisipasi publik, akses merata terhadap informasi, kebebasan berekspresi di ruang publik, dan juga integritas pelaksanaan pilpres yang akan datang.

Dr. Pius Sugeng Prasetyo (2005), seorang ahli politik dan penulis yang telah menulis tentang demokratisasi di Indonesia, berpendapat bahwa era pluralitas, toleransi, dan akuntabilitas harus terus dijaga untuk memastikan kemajuan demokrasi di Indonesia. Dalam tulisannya, "Desentralisasi dan Demokratisasi Desa," Dr. Prasetyo menjelaskan bahwa demokrasi modern yang diperkenalkan melalui struktur politik dan mekanisme politik modern telah memperkenalkan akuntabilitas publik dan memungkinkan masyarakat desa untuk berada pada "bargaining position" yang kuat ketika berhadapan dengan kekuasaan desa. 

Namun, ia juga menekankan bahwa pengembangan demokrasi di tingkat bawah (grassroots democracy) masih sangat diperlukan dan harus dimulai dari bawah. Dalam konteks ini, Dr. Prasetyo berpendapat bahwa akuntabilitas demokratis dalam pelayanan publik sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ia juga menekankan bahwa pengembangan demokrasi harus mempertimbangkan kultur setempat dan karakter masyarakat lokal yang dapat mendorong atau menghambat proses demokratisasi. Dengan demikian, Dr. Prasetyo menekankan bahwa era pluralitas, toleransi, dan akuntabilitas harus terus dijaga untuk memastikan kemajuan demokrasi di Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya pengembangan demokrasi di tingkat bawah dan akuntabilitas demokratis dalam pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Isi

Imbuh seorang narasumber berinisial LRF yang merupakan seorang motor penggerak pergerakan mengatakan "Menjelang 2024, prospek konsolidasi demokrasi di Indonesia perlu dilihat melalui perspektif kiri kritis yang menyoroti pengaruh oligarki, kapitalisme, dan dinamika kelas." Yang mana ini dapat diartikan bahwa  Demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dari korupsi sistemik yang mengakar dalam hubungan patron-klien contohnya apa yang sempat diutarakan oleh Bambang Pacul, di mana elit politik menggunakan kekuasaan mereka untuk mempertahankan dominasi ekonomi dan politik. 

Meski partisipasi politik meningkat, dinamika politik identitas yang mengutamakan isu-isu etnis dan agama memperdalam polarisasi sosial dan mengalihkan perhatian dari isu-isu struktural seperti ketimpangan ekonomi. Di sisi lain LRF menyampaikan bahwasannya "Ketimpangan sosial yang tinggi juga mencerminkan dominasi kapitalisme neoliberal yang mengabaikan kebutuhan rakyat miskin dan memperkuat posisi kelas kapitalis." Selain itu, kebebasan pers dan hak sipil sering terancam oleh tekanan politik dan ekonomi dari elit yang menguasai media, sehingga menghambat transparansi dan partisipasi publik yang sejati. 

Maka dari itu untuk memperkuat konsolidasi demokrasi, diperlukan langkah-langkah seperti penguatan institusi anti-korupsi dengan meningkatkan independensi dan transparansi, serta pendidikan politik yang menekankan kesadaran kelas dan peran rakyat dalam melawan dominasi elit. Reformasi sistem pemilu juga diperlukan untuk mengurangi pengaruh uang dan kekuasaan elit, sementara kebijakan ekonomi harus fokus pada redistribusi kekayaan untuk mengurangi ketimpangan sosial. Perlindungan hak asasi manusia melalui reformasi hukum yang menghormati kebebasan sipil dan politik juga sangat penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun