Mohon tunggu...
Ikhsan Ripandi
Ikhsan Ripandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

"Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberikan kebermanfaatan bagi sekitarnya"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Presidential Treshold : ambang batas masa depan demokrasi

6 Januari 2025   19:10 Diperbarui: 6 Januari 2025   19:10 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sidang Mahkamah Konstitusi

penghapusan Presidential Treshold adalah penentuan ambang batas masa depan demokrasi

Presidential Threshold adalah syarat minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau raihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Pemilihan Umum). Menurut undang-undang tersebut, partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. 

Namun berkaitan dengan hal ini, beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan berita putusan Mahkamah Konstitusi  terkait penghapusan Presidential Threshold yang sebelumnya sudah diajukan sebanyak 36 kali oleh berbagai kalangan Masyarakat. Dalam putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna pada Kamis, 2 Januari 2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta. Adapun yang menjadi pertimbangan dalam persoalan ini, Mahkamah Konstitusi menilai presidential threshold bukan hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, melainkan juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

Dalam perspektif lain, presidential threshold menciptakan stabilitas politik dan juga mempengaruhi dinamika koalisi politik. Konteks Stabilitas politik disini adalah presidential Treshold akan menjadi filterisasi calon pemimpin dan mengurangi fragmentasi politik. Sedangkan konteks dinamika koalisi politik adalah presidential Treshold akan menjadi penentu dan pembuka tabir kepentingan partai politik. Akan berangkat dengan siapa? Dan akan berkumpul dengan siapa?

Bagi saya, jika kita bicara demokrasi adalah sistem dalam menentukan arah bangsa dan negara, maka setiap suara rakyat tidak pantas untuk dibatasi. Sedangkan, adanya Presidential Threshold sebelumnya bagi saya adalah suatu pembatasan terhadap setiap keinginan individu dan kekuasaan rakyat. Bagaimana tidak? Karena pencalonan presiden maupun wakil presiden akan dipengaruhi oleh faktor kekerabatan partai politik dan kepentingan penguasa politik. Dengan penghapusan presidential threshold ini, maka esensi demokrasi "siapapun bisa menjadi apapun" akan semakin terasa dan dinikmati. Oleh karena itu, penghapusan Presidential Treshold adalah langkah strategis dalam menjaga siklus demokrasi, kepemimpinan, dan masa depan bangsa Indonesia.

Secara dampak, menurut saya putusan ini juga menjadi pemisah antara kepentingan & keinginan. Representatif kepentingan adalah dimana setiap partai politik akan berkumpul dan berpelukan mesra dalam hangatnya koalisi guna mencalonkan presiden maupun wakil presiden. Sedangkan, representatif keinginan adalah setiap partai akan lebih mandiri, independen dan bebas dalam mencalonkan presiden maupun wakil presiden tanpa harus terikat dan tergoda oleh seksinya koalisi.

jika kita bicara Kembali pada esensi demokrasi dengan melihat, menimbang, dan memperhitungkan suara murni dari rakyat, maka tidak boleh ada pembatasan dan pembeda dalam hal representatif suara. Karena, demokrasi itu pada hakikatnya akan memandang semua orang memiliki nilai yang sama. Oleh karena itu, bagi saya penghapusan Presidential Treshold ini menjadi suatu ambang batas masa depan demokrasi yang lebih inklusif dan konstruktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun