Mohon tunggu...
Ikhsan Margo
Ikhsan Margo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Praktisi Statistik - Pengamat sosial

Pegawai Negeri Sipil di Badan Pusat Statistik

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Fenomena Judi "Online", Dampak Sulitnya Ekonomi Kelas Menengah?

21 Juni 2024   08:51 Diperbarui: 21 Juni 2024   08:51 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi judi online, judi slot.(SHUTTERSTOCK/MARKO ALIAKSANDR) Kompas.com 

Perputaran uang judi online mencapai Rp. 600 triliun hingga maret 2024, dilansir dari Kompas.com pada Kamis (20/6/2024) yang juga memuat temuan dari Satuan Tugas (Satgas) Judi Online yang dibentuk Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Sebuah nilai uang yang tidak sedikit dan semakin menunjukkan maraknya fenomena judi online dikalangan masyarakat. Fenomena judi online di Indonesia merupakan masalah yang kompleks mengingat banyak aktor yang terlibat didalamnya sehingga publik pun sedikit dibuat berpikir siapa yang disebut "pelaku" dan siapa yang disebut "korban" judi online. Terlepas dari kenyataan bahwa praktik ini merupakan kegiatan ilegal dan melawan hukum, namun fenomena ini nampak terkait erat dengan gejolak ekonomi di Indonesia yang sedang terjadi akhir-akhir ini.

Sejatinya masalah judi online, ataupun masalah serupa seperti pinjaman online sudah ramai dibahas setidaknya dalam 2 tahun terakhir ini. Meskipun demikian, nampaknya fenomena tersebut tidak menunjukkan pengurangan "peminat" meskipun telah sering terdengar dampak buruk dari "korban" judi online misalnya masalah ekonomi yang mengarah ke kriminalitas bahkan tidak sedikit yang berakhir dengan kematian. Fenomena ini tentunya menunjukkan bahwa seseorang akan tetap masuk kedalam arena tersebut meskipun tahu risikonya yang didorong oleh berbagai faktor. Misalnya berdasarkan penelitian dari Septu dan Azizah (2024) dalam Journal of Social Science Research menyatakan bahwa faktor utama pendorong seseorang berjudi online adalah faktor ekonomi seperti sulitnya mendapat pekerjaan, naiknya harga pangan, dan gaji dibawah rata-rata yang membuat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini mendorong seseorang melakukan judi online dengan harapan dapat mendapatkan keuntungan "besar" tanpa harus bersusah payah. Sejalan dengan ini, beberapa literatur ilmiah juga menyatakan bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu alasan seseorang untuk melakukan judi online. Hal ini terjadi bukan hanya pada orang dewasa namun juga terjadi pada golongan pelajar dan mahasiswa. Tentu masih banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor kesenangan, faktor perkembangan teknologi sampai faktor lingkungan misalnya terpengaruh oleh teman, influencer, dan lain-lain. 

Dari segi demografi, satgas judi online menyatakan bahwa sebanyak 2,37 juta penduduk yang main judi online didominasi oleh penduduk usia 30-50 tahun yang tercatat sekitar 40 persen. Lebih jauh lagi, 80 persen dari 2,37 juta tersebut merupakan penduduk golongan menengah kebawah. Kondisi ini cukup beralasan mengingat untuk melakukan judi online, minimal seseorang harus punya perangkat seperti smartphone, punya akses internet, punya "modal", dan tentu saja memiliki waktu luang untuk melakukan judi online yang kondisi ini akan sulit dilakukan oleh golongan penduduk miskin. Sehingga secara tersirat ada indikasi bahwa sebagian besar penjudi online ini bukan berasal dari golongan penduduk miskin yang dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah kesulitan.

Terkait dengan golongan masyarakat menengah, dewasa ini juga santer dibahas soal fenomena Chilean Paradox. Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pernah mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia saat ini perlu memberi fokus pada kelas menengah agar menghindari risiko gejolak sosial yang bisa berdampak buruk bagi perekonomian di masa mendatang. Beliau mengingatkan fenomena di Chile yang hanya memperhatikan penduduk kelas bawah dan mengabaikan kelas menengah sehingga pada 2019 meletus gejolak sosial besar-besaran. Meskipun kondisi serupa nampak tidak akan terjadi dalam waktu dekat di Indonesia, namun berbagai isu dan kondisi sekarang nampak mulai memunculkan masalah serius yang menerpa kelompok menengah seperti halnya judi online maupun pinjaman online , dan lain-lain.

Berbicara masalah penduduk menengah kebawah, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam studinya pada tahun 2023 menyatakan bahwa kelompok berpendapatan menengah kebawah kesulitan dalam menikmati berbagai akses dasar seperti pendidikan, teknologi, kesehatan, perlindungan sosial, dan jaminan pekerjaan. Lebih jauh lagi, kelompok menengah kebawah juga bukan kelompok yang menerima bantuan sosial karena dianggap berada diatas garis kemiskinan. Setidaknya dalam 3 tahun terakhir sejak pandemi Covid-19 (Februari 2021 -- Februari 2024) berdasarkan data BPS, nominal rata-rata upah/gaji tenaga kerja hanya mengalami kenaikan sebesar 6,29 persen. Angka tersebut jauh dibawah inflasi yang terjadi pada periode yang sama yakni sebesar 12,74 persen. Artinya, meskipun ada rata-rata kenaikan upah nominal, namun secara riil terjadi penurunan pendapatan dari pekerja. Data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan daya beli penduduk sekarang ini sedang tertekan. Pemerintah tidak boleh menutup mata bahwa kondisi perubahan iklim yang mempengaruhi produksi pangan, kenaikan harga, melemahnya nilai rupiah, beberapa kasus PHK besar-besaran pada sektor industri, kesulitan generasi muda memasuki dunia kerja (9,9 juta Gen Z merupakan NEET ), dan lain-lain adalah indikasi yang perlu diperhatikan serius. Meskipun perlu ada kajian yang lebih lanjut, tapi ada indikasi bahwa fenomena judi online erat kaitannya dengan ekonomi utamanya pada kelompok penduduk golongan menengah, sehingga rasanya tidak mengherankan sebagian dari golongan tersebut yang notabene tidak mendapat bansos dan mengalami kesulitan ekonomi dengan "terpaksa" menggunakan cara lain seperti judi online dan pinjaman online. Sekali lagi ini hanya indikasi yang tentu diperlukan kajian yang lebih mendalam dari Satgas judi online.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun