Pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, mendadak menjadi sorotan nasional. Pada Rabu (22/1/2025), pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang selama ini menjadi misteri akhirnya dicabut. Proses pencabutan ini melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemerintah Provinsi Banten, ribuan nelayan, serta unsur lainnya. Pertanyaan besar mengenai siapa yang sebenarnya berada di balik pemasangan pagar ini masih menyisakan tanda tanya besar.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, pihaknya telah memanggil dan memeriksa kelompok nelayan yang tergabung dalam Persatuan Nelayan Pantura. Namun, pengakuan mereka masih belum memberikan titik terang.
"Mereka mengatakan mewakili pihak-pihak tertentu, tetapi kami masih mendalami siapa sebenarnya yang membuat daftar nama-nama ini," ujar Trenggono dalam wawancara eksklusif di program Breaking News Metro TV, Rabu (22/1/2025).
Trenggono menegaskan bahwa proses hukum masih terus berjalan. Ia berharap masalah ini dapat segera diselesaikan dan laporan menyeluruh akan disampaikan kepada Komisi IV DPR RI. Langkah ini diharapkan menjadi awal transparansi dalam mengurai persoalan pelik ini.
Di sisi lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengambil langkah cepat dengan membatalkan ratusan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas area pagar laut tersebut. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebutkan bahwa penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut cacat prosedur dan material.
"Area 266 sertifikat SHGB dan SHM tersebut berada di bawah laut, yang jelas-jelas tidak boleh menjadi properti privat. Berdasarkan PP No. 18 Tahun 2021, sertifikat yang belum mencapai usia lima tahun dapat dibatalkan langsung tanpa memerlukan perintah pengadilan," jelas Nusron.
Langkah ini juga diikuti dengan pemeriksaan terhadap petugas yang terlibat dalam proses pengukuran dan penerbitan sertifikat. Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB), yang diduga terlibat dalam pengukuran tanah untuk proyek ini, juga tengah berada di bawah pengawasan ketat. Nusron menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu menindak siapa pun yang terbukti melanggar prosedur.
Investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa sebagian besar SHGB atas pagar laut tersebut diterbitkan atas nama tiga entitas utama: PT Intan Agung Makmur (234 bidang), PT Cahaya Inti Sentosa (20 bidang), dan 9 bidang lainnya atas nama perseorangan.
Selain itu, ada 17 bidang yang menggunakan SHM. Fakta ini memunculkan spekulasi adanya kepentingan korporasi besar di balik pemasangan pagar ini.
Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia, yang diwakili oleh Boyamin Saiman, mengajukan gugatan praperadilan terhadap KKP. Boyamin menilai KKP terkesan mengulur waktu dalam menyelesaikan persoalan ini. Selain itu, ia juga mempertanyakan bagaimana sertifikat di kawasan yang seharusnya menjadi milik publik tersebut bisa diterbitkan.