Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menghitung Asa di Tengah Bayang Tekanan Harga dan Kebijakan Pajak

1 Januari 2025   19:15 Diperbarui: 2 Januari 2025   09:50 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPN untuk barang dan jasa mewah memberi ruang bernapas bagi usaha kecil (dok. pribadi)

Hari pertama tahun baru 2025 dimulai dengan rutinitas yang tak banyak berubah. Istri saya, seperti biasa, pergi berbelanja ke Pasar Inpres Manonda, Kota Palu. Hiruk-pikuk pasar pagi itu tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan besar.

Para pedagang tetap sibuk menawarkan dagangannya, dan pembeli berlalu lalang mencari kebutuhan sehari-hari. Namun, di beberapa sudut, suara keluhan kecil terdengar, terutama dari para ibu rumah tangga yang mengamati harga telur dan bawang yang sudah naik sejak minggu kedua Desember 2024. Meski begitu, sebagian besar harga barang kebutuhan pokok tampaknya masih stabil.

Di rumah, saya mengelola kios sembako kecil. Hingga hari ini, belum ada alasan untuk mengutak-atik harga barang dagangan saya. Semua stok---dari beras, minyak goreng, hingga mi instan---masih bisa dijual dengan harga yang sama seperti bulan sebelumnya.

Kebijakan pemerintah yang hanya menaikkan PPN untuk barang dan jasa mewah seolah memberi ruang bernapas bagi usaha kecil seperti saya. Namun, tetap ada kekhawatiran: akankah situasi ini bertahan lama?

Strategi dan Harapan di Balik Kebijakan PPN
Kebijakan pemerintah untuk tidak memberlakukan PPN 12 persen pada semua barang dan jasa dapat dipandang sebagai langkah strategis yang cukup bijak. Dengan membatasi kenaikan PPN hanya untuk barang dan jasa mewah, pemerintah tampaknya ingin menjaga daya beli masyarakat, terutama di tengah tekanan ekonomi yang masih terasa. 

Langkah ini sekaligus menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil dan menjadi bukti awal komitmen Presiden Prabowo dalam 100 hari pertamanya memimpin.

Namun, ada tantangan besar yang perlu diantisipasi. Penafsiran kategori "barang dan jasa mewah" bisa menjadi area abu-abu yang berpotensi memunculkan kebocoran pendapatan negara. 

Selain itu, penundaan penerapan PPN 12 persen secara luas juga berarti negara harus mencari sumber pendapatan lain untuk menutupi kebutuhan anggaran, yang jika tidak dilakukan dengan hati-hati, dapat memengaruhi program-program pembangunan.

Kebijakan pemerintah ini patut diapresiasi sebagai langkah pragmatis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi rakyat kecil. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada eksekusi di lapangan. Pemerintah perlu memastikan transparansi dalam penetapan kategori barang mewah dan mengkomunikasikan kebijakan ini dengan jelas kepada masyarakat.

Rekomendasi konkret bagi pemerintah adalah melakukan evaluasi rutin terhadap dampak kebijakan ini, memastikan pengawasan ketat agar tidak terjadi manipulasi kategori barang, dan mengupayakan sumber pendapatan alternatif yang tidak membebani masyarakat kecil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun