Mohon tunggu...
Ikhsan Brilianto
Ikhsan Brilianto Mohon Tunggu... Akuntan - Pemerhati kata di luar jam kerja, pemerhati angka di saat kerja

Mungkin akan banyak berbicara tentang curahan hati "sambat" atau analisis tentang ekonomi dan keuangan

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Bekerja Seolah kita Seorang Manajer untuk Jadi Manager

8 Mei 2021   23:20 Diperbarui: 8 Mei 2021   23:24 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini adalah Sabtu, 5 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Perasaan saya senang. Program Work From Home yang diterapkan kantor memungkinkan saya untuk mudik tahun ini. Kemudian, Jumat kemarin menanda hari terakhir sebelum break cuti. Sengaja, saya mengambil cuti agak banyak karena jatah cuti masih banyak sementara bulan Juni sudah hangus. Di satu sisi senang karena menyambut lebaran bersama keluarga, akan tetapi secara pikiran dalam hal pekerjaan belum begitu lega. Karena di saat-saat sebagian besar orang mengambil cuti lebaran, terdapat output yang harus segera diselesaikan tanpa mempedulikan bahwa pekerjaan harus berhenti karena adanya cuti lebaran. Hal ini membuat saya ingin berbagi dengan para pembaca tentang bagaimana mengatur pekerjaan dan kepuasan hidup. Terkadang merasa apakah karena saya pribadi yang tidak bisa mengatur pekerjaan dengan rapi atau memang load pekerjaan yang overwhelmed. 

Di satu momen, reported manajer saya pernah mengatakan, menjadi karyawan di posisi senior sebenarnya sudah bersiap untuk menjadi manajer. Akan tetapi, seberapa siap untuk dipromosikan itu bergantung bagaimana kita bisa berperilaku seperti manajer. Dari hal ini saya kemudian berkaca pada para manajer saya. Saya pernah merasakan bekerja dengan beberapa manajer selama karir saya. Kurang lebih terdapat 9 manajer yang setiap manajer memiliki approach yang berbeda. Dari yang paling senior hingga yang sebaya. Ya, manajer saya sebaya umurnya dengan saya karena memang masuk ke perusahaan lebih dulu dan melalui program percepatan karir (MT). Nah dari hal tersebut, saya mencatat untuk menjadi manajer, yang paling utama adalah "to be looked fit in every situation". Hal ini yang sampai sekarang saya cukup struggle untuk mempelajari teknik ini. Terkadang saya cukup rooten terhadap knowledge tertentu, tetapi banyak pertimbangan yang saya pikirkan sehingga tidak dapat secara lantang dan cepat untuk menyampaikannya. Akan tetapi, saya punya asumsi juga bahwa hal tersebut memang karena kebiasaan untuk mempelajari sesuatu dengan cepat dan pengalaman. Kebetulan, manajer yang pernah memimpin dimana bagian saya bekerja terbagi atas jalur pengalaman (manajer yang tidak dari MT, tetapi sudah lama bekerja) dan jalur MT. Namun, memang secara timeline karir, yang dari MT lebih cepat. Dengan demikian saya mendapatkan kesimpulan bahwa belajar dengan cepat dan menyampaikan hal dengan cepat adalah kunci utamanya. Dimana kemampuan untuk menjadi cepat dalam segala hal adalah sesuatu yang juga masih menjadi hal utama yang saya pelajari. Di situasi yang terdapat banyak pressure, terkadang kita justru tenggelam dalam kebingungan menentukan prioritas. Oleh karena itu, mungkin para pembaca memiliki tips jitu untuk mengatasi hal ini. Serta mewujudkan bekerja seolah menjadi manajer yang sebenarnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun