Kementerian PendidikanPendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah mengumumkan perubahan besar dalam sistem penerimaan peserta didik baru. Mulai tahun 2025, sistem yang sebelumnya dikenal sebagai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan digantikan oleh Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB). Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan transparansi dalam proses seleksi siswa di berbagai jenjang pendidikan di Indonesia.
SPMB dirancang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang selama ini muncul dalam PPDB, seperti praktik kecurangan dalam jalur zonasi, ketimpangan akses bagi siswa dari berbagai latar belakang sosial ekonomi, serta kurangnya transparansi dalam proses seleksi. Dengan sistem baru ini, pemerintah berupaya menciptakan seleksi yang lebih adil, kompetitif, dan berbasis prestasi akademik maupun non-akademik.
Dalam sistem PPDB sebelumnya, mayoritas siswa diterima berdasarkan sistem zonasi, yang memungkinkan mereka masuk ke sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya. Meskipun sistem ini bertujuan untuk mendistribusikan siswa secara merata, banyak laporan mengenai manipulasi data domisili demi mendapatkan akses ke sekolah favorit. Dengan SPMB, mekanisme seleksi akan lebih diperketat untuk memastikan bahwa prosesnya benar-benar sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi.
Salah satu perubahan utama dalam SPMB adalah penekanan pada seleksi berbasis prestasi. Hal ini memungkinkan siswa dengan capaian akademik atau non-akademik unggul untuk memiliki kesempatan lebih besar masuk ke sekolah pilihan mereka. Siswa yang memiliki prestasi di bidang olahraga, seni, atau sains akan mendapatkan peluang yang lebih luas dalam sistem penerimaan yang baru ini.
Selain itu, SPMB juga akan memperkenalkan sistem seleksi berbasis asesmen kompetensi. Alih-alih hanya mengandalkan nilai rapor atau hasil ujian nasional sebelumnya, siswa akan mengikuti tes kompetensi yang dirancang untuk mengukur pemahaman mereka terhadap berbagai mata pelajaran. Sistem ini mirip dengan mekanisme seleksi masuk perguruan tinggi yang sudah diterapkan dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT).
Keputusan untuk mengubah sistem PPDB menjadi SPMB bukan tanpa tantangan. Banyak pihak yang mempertanyakan apakah sistem baru ini benar-benar dapat mengatasi masalah yang ada atau justru menciptakan hambatan baru dalam penerimaan siswa. Pemerintah sendiri telah menegaskan bahwa berbagai simulasi dan uji coba akan dilakukan sebelum implementasi penuh pada tahun 2025.
Salah satu kekhawatiran terbesar dalam implementasi SPMB adalah kesiapan infrastruktur pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah yang sebelumnya menerima siswa berdasarkan zonasi harus menyesuaikan diri dengan sistem seleksi yang lebih kompetitif. Hal ini bisa saja meningkatkan kesenjangan antara sekolah unggulan dan sekolah biasa, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pemerataan kualitas pendidikan.
Di sisi lain, para orang tua juga memiliki berbagai pendapat mengenai perubahan ini. Sebagian besar mendukung adanya seleksi berbasis prestasi karena dianggap lebih adil bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi. Namun, ada juga yang khawatir bahwa sistem baru ini justru akan meningkatkan tekanan akademik pada anak-anak, mengingat mereka harus bersaing lebih ketat sejak dini.
Guru dan tenaga kependidikan juga harus beradaptasi dengan perubahan ini. Dengan sistem seleksi berbasis kompetensi, mereka diharapkan mampu membimbing siswa agar lebih siap menghadapi tes seleksi. Hal ini tentu membutuhkan pelatihan tambahan dan kurikulum yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan seleksi berbasis asesmen.
Selain itu, tantangan besar lainnya adalah bagaimana memastikan bahwa sistem SPMB tetap inklusif bagi siswa dari latar belakang ekonomi rendah. Dalam sistem seleksi berbasis prestasi dan tes kompetensi, ada risiko bahwa siswa dari keluarga mampu akan lebih diuntungkan karena mereka dapat mengakses bimbingan belajar dan fasilitas pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, pemerintah perlu merancang kebijakan afirmatif agar siswa kurang mampu tetap mendapatkan kesempatan yang sama.