Di era media sosial, kita sering kali merasa hidup kita tidak cukup baik. Gambar-gambar penuh kebahagiaan, pencapaian karier, dan penampilan sempurna terus bermunculan di layar ponsel kita. Tidak sadar, kita mulai membandingkan hidup kita dengan apa yang orang lain tunjukkan. Padahal, apa yang terlihat hanyalah potongan kecil dari hidup mereka, bukan gambaran utuh.
Membandingkan diri dengan orang lain adalah jebakan yang mudah kita masuki. Kita melihat kesuksesan orang lain dan bertanya-tanya mengapa kita belum mencapainya. Kita melihat penampilan mereka dan merasa kurang menarik. Sayangnya, pola pikir ini dapat menciptakan kecemasan, rendah diri, dan rasa tidak cukup yang terus menggerogoti kebahagiaan kita.
Padahal, setiap individu memiliki perjalanan hidup yang unik. Tidak ada dua orang yang berjalan di jalur yang sama. Perbedaan latar belakang, peluang, dan tujuan hidup membuat setiap perjalanan begitu istimewa. Membandingkan diri dengan orang lain seperti membandingkan apel dengan jeruk---keduanya berbeda, tetapi tetap berharga dengan cara mereka sendiri.
Media sosial sering kali memunculkan ilusi kesempurnaan. Orang cenderung hanya membagikan momen-momen terbaik mereka, bukan perjuangan atau kegagalan yang mereka hadapi di balik layar. Kita melihat kebahagiaan mereka tanpa mengetahui perjuangan yang tersembunyi. Ini membuat kita merasa hidup kita kurang, padahal sebenarnya tidak ada yang salah dengan hidup kita.
Membandingkan diri juga bisa menjadi penghalang terbesar untuk menerima diri sendiri. Ketika kita terus melihat ke arah orang lain, kita kehilangan kesempatan untuk mengenali kelebihan dan potensi diri. Kita lupa bahwa apa yang kita miliki mungkin adalah sesuatu yang diinginkan orang lain.
Sebaliknya, fokus pada perjalanan sendiri adalah cara terbaik untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan. Alih-alih membandingkan diri dengan orang lain, kita bisa mulai menghargai langkah-langkah kecil yang telah kita capai. Setiap langkah itu, sekecil apa pun, membawa kita lebih dekat ke tujuan kita sendiri.
Ketika kita berhenti membandingkan diri, kita juga membuka ruang untuk bersyukur. Kita mulai melihat hal-hal baik yang sudah kita miliki, daripada meratapi apa yang tidak kita miliki. Rasa syukur ini membawa kebahagiaan yang tulus, jauh lebih mendalam daripada kebahagiaan semu yang muncul dari validasi eksternal.
Membandingkan diri dengan orang lain juga sering kali tidak adil. Kita hanya melihat hasil akhir orang lain tanpa mengetahui proses panjang yang mereka lalui. Kita tidak tahu tantangan apa yang mereka hadapi, pengorbanan apa yang mereka lakukan, atau perjuangan apa yang mereka lalui untuk mencapai posisi mereka sekarang.
Selain itu, perbandingan tidak hanya merugikan kita, tetapi juga dapat merusak hubungan dengan orang lain. Alih-alih merasa senang atas kesuksesan mereka, kita mungkin merasa iri atau tidak puas. Ini dapat menciptakan jarak emosional dan menghambat kemampuan kita untuk menikmati hubungan yang sehat.
Fokus pada diri sendiri berarti menerima bahwa perjalanan hidup kita adalah milik kita sendiri. Tidak ada standar universal untuk kebahagiaan, kesuksesan, atau kecantikan. Kita memiliki hak untuk mendefinisikan apa yang benar-benar penting bagi kita, tanpa tekanan dari dunia luar.