Mohon tunggu...
Khairul Ikhsan
Khairul Ikhsan Mohon Tunggu... Guru - Selamat datang di media masa seputar perkembangan pendidikan

Disini kita akan membahas terkait dengan perkembangan pendidikan masa kini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Terjebak Scrolling Tak Berujung: Fenomena Brain Rot yang Mengintai Generasi Digital

14 Januari 2025   21:01 Diperbarui: 14 Januari 2025   21:01 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi yang menggambarkan konsep "brain rot" akibat terlalu banyak scrolling media sosial (Sumber: Artificial Intelligence)

Di era digital yang serba cepat, fenomena brain rot atau "otak membusuk" menjadi perbincangan hangat di media sosial dan komunitas daring. Istilah ini mengacu pada kondisi di mana otak terasa lelah, sulit fokus, dan menurun produktivitasnya akibat konsumsi konten tidak bermanfaat secara berlebihan. Ironisnya, perilaku ini justru sering kali dianggap sebagai hiburan ringan, padahal dampaknya terhadap kesehatan mental dan produktivitas sangat signifikan.

Fenomena ini semakin mengemuka di tengah maraknya platform media sosial yang menyediakan konten scrollable, seperti TikTok, Instagram, dan YouTube Shorts. Algoritma canggih dirancang untuk terus menarik perhatian pengguna dengan konten-konten pendek dan menghibur, membuat banyak orang terjebak dalam siklus scrolling tanpa henti. Tanpa disadari, waktu berjam-jam habis hanya untuk menikmati video atau meme yang seringkali tidak membawa manfaat nyata.

Salah satu penyebab utama brain rot adalah efek dopamin instan yang dihasilkan dari konten singkat tersebut. Otak kita secara alami tertarik pada hal-hal yang memberikan kepuasan cepat, seperti video lucu atau klip viral. Namun, konsumsi dopamin berlebihan ini dapat mengganggu keseimbangan otak, membuat seseorang sulit menikmati aktivitas yang memerlukan usaha lebih, seperti membaca buku atau menyelesaikan tugas penting.

Tidak hanya mengurangi produktivitas, brain rot juga berdampak pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak terpapar konten tidak bermakna dapat memicu kecemasan, depresi, bahkan perasaan kosong. Hal ini terjadi karena otak terbiasa dengan stimulasi berlebihan, sehingga merasa bosan ketika harus menghadapi kenyataan yang lebih statis.

Fenomena ini juga memengaruhi cara kita berinteraksi secara sosial. Alih-alih menikmati percakapan mendalam dengan teman atau keluarga, banyak orang kini lebih memilih menunduk pada layar ponsel mereka. Kebiasaan ini tidak hanya merusak hubungan, tetapi juga membuat kita kehilangan momen berharga di dunia nyata.

Namun, tidak sedikit dari kita yang masih terjebak dalam ilusi bahwa scrolling adalah aktivitas santai yang tidak berbahaya. Padahal, pola ini justru menciptakan kecanduan yang sulit dihentikan. Banyak orang mencoba untuk berhenti, tetapi akhirnya kembali karena rasa penasaran atau sekadar ingin mengisi waktu luang.

Lantas, bagaimana cara keluar dari jerat brain rot ini? Salah satu solusinya adalah dengan menetapkan batasan waktu penggunaan media sosial. Gunakan fitur screen time atau digital wellbeing yang tersedia di ponsel untuk memantau dan membatasi durasi akses platform tersebut. Selain itu, cobalah mengganti waktu scrolling dengan aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti membaca, berolahraga, atau belajar keterampilan baru.

Selain itu, penting untuk mengubah pola pikir kita terhadap konten yang dikonsumsi. Pilihlah konten yang memberikan wawasan, inspirasi, atau motivasi. Jangan ragu untuk meng-unfollow akun-akun yang hanya memberikan hiburan kosong tanpa manfaat. Dengan begitu, kita dapat melatih otak untuk lebih fokus pada hal-hal yang bernilai.

Fenomena brain rot adalah alarm yang mengingatkan kita untuk lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Dunia digital memang menawarkan banyak hiburan, tetapi jangan sampai kita kehilangan kendali dan membiarkan otak "membusuk" akibat konsumsi konten yang tidak bermanfaat. Saatnya memutus siklus scrolling tak berujung dan kembali menikmati kehidupan yang lebih bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun