Di beberapa abad yang lalu, di era eksplorasi orang-orang Eropa, Indonesia adalah bagian dari negeri-negeri yang disebut "Timur". Indonesia pada waktu itu diyakini memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah.
Pendataan kekayaan alam tersebut, khususnya yang berupa keanekaragaman hayati, mulai dilakukan secara sistematis oleh sains lewat sistem taksonomi buatan Carl Linnaeus pada abad 18. Hingga kini, lebih dari dua abad kemudian, data yang telah dikumpulkan menunjukkan bahwa anggapan tersebut rupanya memang tidak salah.
Menurut data dari situs perjanjian internasional tentang keanekaragaman hayati di dunia, Convention on Biological Diversity (CBD), Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulaunya adalah rumah bagi begitu banyak spesies. Indonesia misalnya memiliki 12% spesies mamalia di dunia, yang menjadikannya sebagai negara dengan jumlah spesies mamalia tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia juga rumah bagi 16% spesies reptil (nomor empat di dunia) dan 17% spesies burung (nomor lima di dunia). Sekitar 10% spesies tumbuhan berbunga juga dimiliki oleh Indonesia.
Namun sayangnya, ketika kita mulai mengetahui kayanya keanekaragaman hayati tersebut, di saat yang sama, kita juga menyadari bahwa kekayaan tersebut sedang terancam kelestariannya. Banyak spesies yang menjadi bagian dari keanekaragaman hayati Indonesia yang kini terancam punah seperti badak Jawa, orangutan, bunga rafflesia, hingga kantong semar. Hal ini belum termasuk spesies mungil dan mikroorganisme lain yang tidak kalah penting yang pendataannya bersaing dengan laju kepunahannya.
Banyak hal menjadi penyebab terancamnya kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia: alih fungsi lahan, kerusakan habitat, perburuan, spesies invasif, hingga pencemaran. Suhu bumi yang memanas (pemanasan global), juga diyakini oleh para ilmuwan dapat memberi dampak yang dahsyat terhadap hidupan liar.
Padahal keanekaragaman hayati yang sehat berarti bumi yang sehat. Manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya pada keanekaragaman hayati.
Produk-produk langsung dari keanekaragaman hayati menjadi sumber pangan, obat, pakaian, hingga energi bagi manusia. Secara tidak langsung, keanekaragaman hayati juga menjaga sehatnya bumi dengan berbagai cara seperti merawat kesuburan tanah hingga menyimpan karbon.
Potensi manfaat keanekaragaman hayati masih sangat luas dan menunggu untuk diungkapkan oleh sains. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan dalam buku terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (kini Badan Riset dan Inovasi Nasional, BRIN) oleh Elizabeth A. Widjaja dkk. berjudul Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014: "Namun, informasi tentang peran dan potensinya (keanekaragaman hayati Indonesia) baru sedikit diketahui sehingga yang dimanfaatkan pun masih sangat terbatas".
Maka tidak salah jika mengatakan bahwa menjaga keanekaragaman hayati berarti menjaga kehidupan manusia. Bagaimana caranya?
Poin Penting: Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat
Kompleksnya masalah keanekaragaman hayati membuat upaya pelestariannya juga menjadi kompleks. Aktor yang terlibat dibutuhkan mulai dari tingkat global, negara, hingga masyarakat setempat.