Ketika Jarak dan Musim Tak Pernah Lagi Terbaca
Ketika jarak dan musim tak pernah lagi terbaca
aku kira malam akan semakin panjang
dengan banyak pementasan hujan
yang ramai berjatuhan
di bising lintasan ingatan
Sedang siang akan semakin sunyi
dan jalanan yang lengang
ketika kau tak lagi melintas
membawa api-api majas paling rahasia
yang sama sekali tak bisa kujelaskan
Begitu pula aku
merasa semuanya akan banyak memakan waktu
menyusun panggung-panggung rindu
bertingkat dan cukup tinggi
jika mesti naik di atas keakuanku
Enggan menjumpai siang
sebab harus melewati peluh
sekadar mencapai sedikit saja penghidupan
sampai aku menjadi batu;
lupa untuk mengingatmu
Khayalku duduk bersamamu
menikmati guguran daun-daun kering
dan api majasmu menjadi hujan paling dingin
Tapi kini jarak dan musim meruncingkan ketidakpastian
masing-masing kita telah memilih terdampar
di garasi-garasi sunyi
dan menua bersama angkot
yang kehabisan bahan bakar
Hingga beberapa waktu aku membeku
beberapa waktu lainnya aku membiru
lebam dirundung cemas dan rindu
dan kurasa kau pun juga begitu
Namun, kuharap rindumu tak pernah habis
meski jarak kita dengan kematian semakin menipis
Angsana - Jakarta, 05 Oktober 2020
Ikhlas El Qasr & Maya Azeezah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H