Mimpi-mimpi yang ranum
Di batas malam yang dingin
Berjajar semenjana di tepian sunyi
Pada seduhan retorika hambar
Di cangkir yang tak lagi fasih
Membaca beragam raut muka
Lantas, notula-notula ganjil
Dalam udara yang mengepung
Berlumur secara membuta
Pada etalase kota yang kehabisan suara
Karena kita memilih menyekap diri
Sembari mengaji musim
Dari bilik-bilik kemendungan
Selayaknya
Kita memang perlu menjadi asing
Untuk tetap bertahan
Dari amukan gerombolan pemangsa tengil
Yang mencoba melelang ringkih tubuh kita
Namun, meskipun begitu
Dalam realita yang sesak
Di riak kekalutan
Kita tak harus membungkam kata-kata
Sebab mimpi akan mati
Jika hilang dari rapalan doa-doa
Angsana, 26 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H