Ketika malam tanpa fasih menancapkan kesunyian
Dalam gigil kekelaman
Seorang perempuan tak kuasa menahan kaca-kaca di matanya
Hingga pecah berderai dalam rintih
Runtuh menyepai perih
Lirih dalam merapal hati yang letih
Tetabuhan tangis itu menjamah remah-remah tabah
Secara ritmis mengalun mengiringi langkah kaki-kaki renjana
Lirik-lirik liris menabung kalimat tanya
Pada rentang garis masa
Sampai kapan penantian ini akan berakhir dengan bahagia?
Perempuan itu mematung
Tanpa memahami dingin yang tercipta
Yang membalur di sekujur raga
Keseluruhan hatinya telah terjebak
Dalam ngarai paling sembap
Buncah hati yang begitu dalam akan sakitnya penantian
Malam demi malam terus saja ia lewati
Dengan menggamit rintik-rintik kerinduan
Mengepul ratapan panjang pada kesendirian
Dalam menyanyikan lagu yang sama
Merangkul cemas dan getir di setiap ketukannya
Tanpa mau mengaransemen ulang nada-nadanya
Hingga, geliat pagi mengakhiri nyanyian itu
Dengan pepucuk embun yang menyejukkan
Namun, perempuan itu enggan meniti hari
Dengan menghambur dekap pada kesegaran
Ia, lebih memilih lelap
Sebagai hidangan yang melesapkan kesedihan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI