Fakir hati ini menerjemahkan rasa kagumku padamu. Narasi tentang pesonamu hanya dalam wacana, tak mampu kuungkapkan, menguar kebisuan.
Senyum yang kau lontarkan. Seindah lengkungan pelangi sehabis hujan. Membias warna-warni yang menyejukkan pandangan. Tutur katamu lembut menentramkan. Hiasan iman, islam dan ihsan melekat erat dalam setiap perilakumu. Anugerah tuhan untuk melengkapi cantiknya rupamu.
Variabel-variabel semesta pun ikut menggemakan kekaguman. Esensi semua keindahan terangkum dalam satu perwujudan, yaitu, dirimu. Sungguh sosok semua idaman.
Kau tau? Di tengah kebisingan gejolak segala inginku padamu, aku tergugu. Tanpa sepatah rindu terucap dari mulutku. Andai hati ini punya sedikit saja keberanian, pasti lah sepanjang hidupku habis hanya untuk mempersembahkan sajak-sajak pujian kepadamu.
Sayang, tetaplah di situ, di bangku rindu! berilah aku waktu sebentar saja untuk menyusun keping-keping keberanian. Menyulam asa dalam kemantapan rasa. Berharap bisa fasih menjeda gagap paling pengap ini. Hingga mengalir ucap sejuta harap tentang kita. Juga tentang perasaan yang selama ini terjaga dalam sangkar kediaman.
Angsana, 16 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H