Ketika kopi dan senja tak lagi mengabui diksi, maka gemuruh tersunyi yang tercipta dari memandangi pesonamu adalah paragraf baru dalam aksaraku. Seegois cengkerama pandang yang mendecak kagum paling mendebarkan. Setempias hujan yang memantik sejuk kesegaran. Kau tetap angkuh mengapung di permukaan. Hingga kau selalu menjadi inspirasi dari tiap lekuk abjad dalam tulisan.
Saat malam tanpa fasih menancapkan kelam di cakrawala senja. Bias cantikmu memberikan penerangan, menembus relung terdalam. Menjadi pelita hati yang memunculkan riak-riak imaji dari segala carut-marutnya diksi. Hingga tiap lembar sajak yang kucipta adalah penggambaran rasa takjub diriku pada pesonamu.
Kau, inspirasiku.
Gelombang aura kharismamu sungguh menghempaskan karang kebisuan. Mencairkan pikiran yang dirundung kebekuan. Tak ada lagi kelu, yang ada hanyalah deru yang membising di kalbu. Tentang hiruk pikuk perasaan yang meluapkan kebahagiaan.
Angsana, 05 Apri 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H