Diawali bersama hadirmu dalam monolog senjaku. Kulayangkan sepucuk surat mewakili segenap  rindu yang menjadi ruh dalam hatiku. Bacalah ia dengan penuh seksama agar segala rasa tercurah semua.
Hujan, hadirmu kurindu. Saat terik mengabui kerontang jiwa, menjelma gemuruh tersunyi yang menempias sejuta ingin dalam rongga dada. Akankah engkau sudi membasahi jiwaku lagi?
Akulah bumi sang perindu sejati. Rintik sapamu selalu membias decak kagumku. Sejuk senyum manismu begitu mengundang perhatianku. Berharap hadirmu mampu menata kembali kekacauan hati, meski kutahu kau hanya singgah sejenak, kemudian berlalu pergi.
Hujan, penantian panjangku telah terpuaskan oleh segar yang meriak di kerongkonganku. Walaupun hanya sekejap, cukuplah untuk mengobati kerontang jiwaku.
Hujan, kau adalah suatu nikmat terindah pemberian tuhan untukku.
Angsana, 03 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H