Mohon tunggu...
ike widiya ulfah
ike widiya ulfah Mohon Tunggu... -

ike widiya ulfah mahasiswa UIN SUKA prodi ilmu komunikasi angkatan 2014, menjadi seorang jurnalis tidaklah mudah, kerja keras, memutar otak,jangan pernah bosan untuk merangkai kata... keep spirit, keep smile, and keep jihad,,@armada

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kalung dan Gelang Jadi buronan Bule

30 November 2014   19:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:26 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malioboro yang menjadi denyut nadi perdagangan, dan pusat belanja. Tak hanya wisatawan asli Indonesia yang menikmati ramainya kawasan Malioboro, akan tetapi dari berbagai Mancanegara ingin merasakan ramainya kawasan Malioboro, berjalan kaki di bahu jalan sambil melakukan tawar-menawar dengan aneka barang yang di jual oleh pedagang kaki lima, merupakan pengalaman tersendiri bagi pegunjung Malioboro. Aneka cinderamata buatan lokal dapat di temukan di kawasan Malioboro, mulai dari pernak-pernik, berbagai motif batik, asesioris, blangkong, miniature kendaraan tradisional, wayang kulit, hingga gantungan kunci.
Salah satu pedagang kaki lima di Emperan Malioboro, yaitu Ibu Ndari penjual aneka asesioris, seperti gelang, kalung, gantungan kunci, dll. Dengan penjualan barang yang sederhana ia bisa menghasilkan uang Rp.15.000.000/bulan, ia mengakatan dengan hanya berdagang aneka barang yang sederhana, ia tidak pernah merasakan rugi atas barang yang di jualnya, meski ia harus bersaing dengan banyak penjual yang menjual barang yang sama dengan Ibu Ndari, untuk masalah harga telah di tetapkan bersama-sama,sehingga harga barang antara penjual satu dan lainnya sama, apabila ada perbedaan harga, maka mereka mengambil untung tersendiri, meski demikian tidak masalah bagi Ibu Ndari penjual asesioris, meski ia megikuti harga yang telah di tetapkan ia tidak pernah merasa rugi.
Wisatawan mancanegara, khususnya yang sering kita panggil dengan bule karena kulit putihnya, tak hanya satu atau dua orang saja yang menikmati ramainya suasana Malioboro, sekeluarga bahkan rombongan pun, telah menikmati suasana di sana. Malioboro ramai tak hanya karena dengan adanya even-even tertentu, seperti liburan, study wisata,dll, akan tetapi setiap harinya telah di penuhi berjuta pengunjung baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Ibu Ndari sendiri sebagai pedagang lokal asli Indonesia, melihat realita peminat barang dagangnya, khususnya para bule yang menyukai pernak-pernik gelang dan kalung, ia merasa bahwa dengan barang yang sederhana ia bisa mencukupi keluarganya dengan layak, meski awalnya ia harus membeli tempat yang sesempit itu dengan harga yang mahal.
Salah satu kelemahan yang di hadapi Ibu Ndari ini, ketika ada wisatawan mancanegara yang datang untuk membeli barang dagangannya, mereka menggunakan bahasa inggris untuk berkomunikasi tawar menawar, sedangkan ibu Ndari yang kurang tau akan wawasan bahasa inggris, ia merasa sedikit kesulitan ketika harus melayani para wisatawan mancanegara, akan tetapi terkadang wisatawan-wisatawan itu membawa translator yang menerjemahkan apa yang di kehendaki dari wisatan tersebut, meski demikian,hal ini tak menjadi masalah yang besar bagi Ibu Ndari, ketika ia merasa kesulitan dengan bahasa, ia memanggil temannya yang lebih mengerti dan tau tentang bahasa inggris, sehingga ia masih bisa memperoleh uang meski ia kurang mengetahui akan bahasa asing.
Selama 10 tahun lebih, ibu Ndari berjualan di emperan malioboro, ia tak merasa adanya kebosanan, karena setiap hari ia bertemu dengan orang yang berbeda-beda dari berbagai tempat, dan itu merupakan hiburan tersendiri bagi ibu Ndari, karena tiada tempat seindah Yogyakarta, dan seramai Malioboro. Seperti itu yang di katakan ibu Ndari. Sehingga segala usaha yang ia lakukan tidakklah sia-sia, ia mengatakan bahwa semuanya butuh proses, awal yang buruk akan menjadikan akhir yang baik, dan satu lagi yang sempat ia lontarkan dalam kata-katanya, bahwa tak selamanya orang akan hidup sengsara, pasti ada saatnya bahagia, dan ada saatnya susah, sebagaimana pengalaman yang ia lakukan ketika harus menjadi pedagang kaki lima pertama kali, penuh ujian dan usaha yang maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun