Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menguji "Rem Darurat" Anies

12 September 2020   11:07 Diperbarui: 12 September 2020   11:02 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bahwa benda yang diam akan tetap diam sedangkan benda yang bergerak akan tetap bergerak dalam garis lurus dan kecepatan yang tetap kecuali suatu sebab dari luar yaitu gaya yang memaksanya mengubah keadaan tersebut" demikian salahsatu hukum Newton.

Setiap moda transportasi umumnya dibekali sistem pengereman untuk mengurangi kecepatan baik di darat, di air maupun di udara (auronautika).

Untuk menghentikan kecepatan pesawat saat landing secara prinsip sama dengan mobil.
Berbeda halnya dengan kapal laut, untuk menghambat kecepatannya tidak menggunakan rem seperti kendaraan di darat. Kapal dapat dihambat dengan memperluas bidang permukaan yang terendam air, menghentikan baling-baling atau memutar balik arah putaran baling-baling.

Rem hidrolik merupakan sistem pengereman menggunakan sebuah cairan hidrolik untuk memindahkan tekanan dari pedal rem ke sepatu rem, guna menjepit cakram (disc brake) roda kendaraan. Rem hidrolik biasanya digunakan pada jenis kendaraan ringan seperti mobil.

Rem udara (Air Brake) merupakan sistem pengereman yang menggunakan udara bertekanan untuk menekan piston lalu menekan sepatu rem untuk menjepit cakram (disc brake) roda kendaraan. Rem udara diaplikasikan pada kendaraan berat seperti truk, bus, kereta gandeng, semi-trailer dan kereta api.

Sebuah benda yang bergerak pada kenyataannya juga dipengaruhi oleh udara seperti temperatur (suhu udara), tekanan udara, kecepatan udara dan kerapatan/kepadatan udara yang dikenal dengan istilah Aerodinamika.

Dalam perkembangannya aerodinamika diaplikasikan dalam pemodelan bentuk pesawat, kereta cepat hingga mobil sport. Sehingga kita jumpai mobil balapan Formula 1 menyerupai bentuk pesawat.

Dengan bentuk bumper yang tingkat aerodinamikanya tepat pada mobil sport telah teruji membantu mendinginkan radiator dan intercooler serta membantu mendinginkan sistem rem sehingga suhunya tetap terjaga. Meski rem berkali-kali digunakan dalam keadaan kecepatan tinggi, dapat bekerja dengan baik.

Waktu yang dibutuhkan untuk memperlambat kecepatan hingga berhenti sama sekali tergantung sistem pengereman dan koefisien gesekan.

Sistem pengereman pada kereta listrik menggunakan resisten magnetik. Medan magnet yang dihasilkan berfungsi melawan putaran roda kereta.

Untuk mobil pada dasarnya memiliki dua buah pengereman.
Ada rem yang bisa diaktifkan melalui kaki dan ada rem tangan yang bisa diaktifkan melalui tuas.

Rem tangan bisa digunakan ketika mobil akan parkir di tempat yang miring/curam. Rem tangan juga bisa berfungsi sebagai "rem darurat" ketika rem utama mengalami blong.

Penggunaan rem tangan dalam jangka waktu yang lama, di kondisi cuaca yang dingin, atau mobil sehabis melewati banjir, kemungkinan dapat menimbulkan karat/kerak pada kampas rem ataupun di tromol/cakram. Sehingga meskipun tuas rem sudah ditarik, mobil masih bisa melaju dan bisa membahayakan bagi pengendara lain.

Dalam perkembangan demi kecepatan, kenyamanan dan keselamatan berkendara, sistem pengereman telah dikembangkan dengan berbagai fitur seperti: ABS, EBD, ESC, BA/EBA.

ABS (Anti-lock Braking System) yakni untuk mencegah roda mobil terkunci saat mobil mengerem secara mendadak di situasi tertentu.

EBD (Electronic Brakeforce Distribution), yakni fitur yang mendistribusikan daya pengereman ke seluruh roda mobil.

ESC (Electronic Stability Control) yakni fitur yang memungkinkan mendeteksi selip dan pengereman.

BA (Braking Assist) / EBA (Emergency Braking Assist) berfungsi saat pengendara berhenti di situasi darurat. Sistem rem akan bekerja lebih cepat ketika melakukan pengereman mendadak.

Ternyata ketika pandemi Covid-19 dialami oleh seluruh belahan dunia, setiap negara menanganinya dengan berbagai cara dan strategi. Secara umum setiap negara menginginkan laju penyebarannya bisa dihentikan sama sekali atau setidaknya dihambat.

Pada awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dan oleh karenanya pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu untuk menghambat laju penyebaran virus Covid-19 Presiden Jokowi sudah memutuskan opsi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bukan lockdown kota/daerah. (31/03/2020).

Pada medio Mei 2020 dengan wacana New Normal, Adaptasi Kebiasaan Baru, diharapkan para pemimpin daerah, tokoh masyarakat dan masyarakat sendiri semakin memahami protokol kesehatan dengan aktifitas terbatas

Kurang lebih 3 bulan penerapan PSBB di Jakarta telah memberi dampak signifikan pada terpukulnya sektor ekonomi nasional.
Ketika aktifitas kegiatan ekonomi berangsur dipulihkan dengan resiko-resiko yang telah dipertimbangkan, presiden Jokowi mulai memperkenalkan istilah "gas dan rem" dalam penanganan dampak Covid-19.

Presiden Jokowi mengingatkan kepala daerah harus mengambil keputusan yang seimbang dalam menangani krisis Covid-19. Aspek kesehatan dan ekonomi harus sama-sama diperhatikan. "Gas dan rem" harus seimbang. Mendorong giat ekonomi (gas)  dan menghambat laju penyebaran Covid-19 (rem) bukanlah pekerjaan yang mudah.

Dana penanganan Covid19 yang semula dari 400 T hingga dinaikkan menjadi 900 T namun tak berhasil menghentikan jumlah kasus dan jumlah kematian karena Covid-19.
Dilain pihak dengan stimulus ekonomi, pemberdayaan UMKM berangsur memulihkan kepercayaan masyarakat untuk bangkit. Pasar sahampun memberi respons positif, nilai tukar stabil, walaupun pertumbuhan ekonomi masih minus (tetap terbaik si kawasan Asia). Artinya investor asing masih punya ekpektasi bahwa ekonomi Indonesia akan pulih ditengah kelesuan ekonomi global.

Disaat respons pasar positif dan kepercayaan pelaku dunia usaha kembali pulih tiba-tiba Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (9/09/2020) mengumumkan saatnya Jakarta menggunakan "rem darurat" dengan kembali memberlakukan PSBB tanggal 14 September 2020.

Anies menjelaskan bahwa kebijakan "rem darurat" PSBB ini diambil berdasarkan tiga poin pertimbangan, salah satunya ketersediaan ruang isolasi di rumah sakit untuk pasien Covid-19 dalam fase krisis atau terancam kolaps.

Saat ini di Ibu Kota ada 4.053 tempat tidur isolasi di 63 rumah sakit rujukan dan sudah terisi 77 persen. Berdasarkan kalkulasi Pemprov DKI, jika tidak ada pembatasan secara ketat dan kondisi saat ini terus berlangsung, seluruh tempat tidur isolasi akan terisi penuh pada 17 September 2020, atau seminggu lagi.

Pengumuman Anies tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat menuai reaksi negatif dari pelaku pasar dimana pada Kamis (10/9/2020) pada pukul 10.36 WIB, IHSG turun tajam sebesar 5 persen pada level 4.892,87 atau turun 257,49 poin.

Dampak yang ditimbulkan oleh wacana penggunaan "rem darurat" Anies disikapi negatif oleh sejumlah pihak.

Pernyataan Anies tersebut dibantah oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto. "Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kapasitas kesehatan yang terbatas," Airlangga, Kamis, 10 September 2020.

Penerapan kembali PSBB bisa berdampak pada ekonomi yang saat ini sudah mulai bergeliat setelah sebelumnya terpukul karena penerapan PSBB Jakarta pada Maret lalu.
Padahal, menurut Airlangga, sebelumnya kinerja indeks saham sudah mulai bergerak ke arah positif.

"Saya menyampaikan kemarin karena Jakarta Ibu Kota negara, maka kebijakan Jakarta berdampak tak hanya regional tapi nasional," ujar dia.
"Karena itu, saya mohon ke Pak Anies untuk konsultasikan dulu ke pemerintah pusat. Itu kesimpulan yang saya sampaikan. Setelah itu, kita tunggu saja apakah tanggalnya masih tetap," kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di Gedung DPRD Jabar, Jumat (11/9/2020).

"Jadi sebetulnya belum ada, langkah-langkah detail dari Pak Gubernur Anies, yang disampaikan ke kita. Jadi pak gubernur sepertinya harus berkoordinasi dulu dengan pemerintah pusat hari Sabtu. Baru kemudian Senin Pak Gubernur, koordinasi lagi dengan kita," ucap Bima.

Kendati demikian, Walikota Bogor, Bima Aria mengaku tegas menolak Kota Bogor mengikuti PSBB Total seperti DKI. Sebab, menurut dia, langkah itu dinilai tak efektif untuk menekan lonjakan kasus Covid-19.

Ketika para ahli virus, epidemiologi masih terus melakukan riset kecepatan penyebaran virus Covid-19, mengembangkan kecepatan penemuan vaksin hingga saat ini di seluruh dunia mereka baru hanya merekomendasi pola hidup bersih dengan mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak.

Saat ini menjaga keseimbangan "gas dan rem" masih tetap dikendalikan pemerintah pusat ditengah turbulensi ekonomi dunia dan geliat demokrasi pilkada serentak 2020, artinya rem utama masih berfungsi. 

Lalu "rem darurat" seperti apa yang mau digunakan Gubernur Anies agar tidak membahayakan "pengendara" lain?

Dirangkum dari berbagai sumber. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun