Saya orang yang kaget menyaksikan viral video rapat kabinet yang diunggah di Youtube Sekretariat Presiden tanggal 28 Juni 2020 ini.
Di tengah evalusi pelaksanaan kebijakan pembatasan sosial menyiapkan kebijakan new normal dengan adaptasi kebiasaan baru, saya berpikir tidak akan terjadi sesuatu diluar dugaan saya.
Dalam rapat kabinet tersebut terlihat ekspresi dan pernyataan presiden yang marah. Pembubaran lembaga, reshuffle bahkan demi 267 juta rakyat Indonesia, presiden akan mengambil tindakan sekalipun reputasi politiknya menjadi taruhan. Ini pertanda presiden mengalami permasalahan yang serius di internal kabinetnya.
Ada beberapa alasan yang membuat saya tidak menyangka ekpresi kekecewaan presiden akhirnya terungkap dan menjadi konsumsi publik mengingat kejadian tersebut sebenarnya terjadi tanggal 18 Juni 2020:
1) Dalam kondisi menghadapi Covid 19, presiden telah menerbitkan Perppu No 1 Tahun 2020 dan disahkan DPRRI menjadi Undang-undang (Mei 2020) memuat tentang penanganan Covid-19, bantuan sosial, stimulus ekonomi untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi, serta antisipasi terhadap sistem keuangan.
Dengan payung hukum ini tentu seharusnya tidak ada hambatan dalam mengelola anggaran disemua kementerian/lembaga. Artinya ketika anggaran belanja sesuai kebutuhan yang bersifat urgen, sesuai kualitas, harga dan tepat sasaran kenapa mesti kawatir bersinggungan dengan hukum, sehingga eksekusi program menjadi lambat.
2) Walaupun dalam kondisi diluar normal dengan kebijakan WFH, social dan physical distancing serta PSBB, presiden terlihat secara rutin memimpin rapat koordinasi secara virtual. Artinya day to day presiden mengupdate progress langkah-langkah eksekusi pembantu-pembantunya.
3) Secara khusus presiden telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Artinya logika berpikir saya semua dalam rentang kendali, satu sumber informasi, satu tindakan menyeluruh.
Faktanya terungkap dalam rekaman video rapat kabinet terlihat presiden tidak puas dengan kinerja para pembantunya yang dinilai tak memiliki sense of crisis. Beberapa pemicunya seperti yang presiden sampaikan adalah rendahnya serapan anggaran, lambatnya insentif untuk tenaga medis, lambatnya stimulus untuk UMKM hingga ungkapan getir "Jangan keburu mati, baru kita tolong. Dan itu tak ada gunanya!
Sebagai loyalis kritis pemerintahan Jokowi, sejak awal pandemi Covid-19 diumumkannya untuk pertama kalinya melanda Indonesia, saya terus mencermati langkah dan tindakan pemerintah dalam merespon tanggap Covid-19.
Edukasi lewat blog Kompasiana, media online dan media sosial hampir tidak ada judgement saya berbeda pandangan menyikapi langkah dan tindakan pemerintah menghadapi Covid-19, baik upaya penyelamatan dari aspek kesehatan maupun penyelamatan ekonomi. Karena saya menyadari bahwa tidak mudah menerapkan kebijakan tersebut secara bersamaan.
Bahasa gampangnya apapun kebijakan yang ditempuh presiden Jokowi saya dukung.
Walaupun realita yang saya hadapi beberapa rekan-rekan seperjuangan dalam pilpres mulai kehilangan kepercayaan atas upaya-upaya pemerintah tangani Covid-19. Bahkan opinipun berkembang saat itu hingga menyuarakan reshuffle.
Saya harus sekuat kemampuan saya meyakinkan rekan-rekan yang mulai goyah dukungannya disaat presiden menghadapi ketidakpastian ekonomi global ditengah pandemi Covid-19 untuk tidak gampang mendikte apalagi menyuarakan reshuffle.
"Janganlah membebani. Biarlah presiden nanti mengevaluasi sendiri kinerja pembantu-pembantunya karena kepemimpinan akan diuji saat hadapi bencana".
Bagi yang berpikir jernih mereka bisa pahami, namun tak sedikit juga yang menilai saya sebagai "penjilat" karena mereka menilai saya selalu bela kebijakan Jokowi.
Jika ukurannya puas tidak puas, tentu tidak mungkin keputusan presiden menyenangkan semua pihak. Ada yang kecewa, iya. Ada yang menikmati kekuasaan, ada. Itulah potret nyata yang terjadi dengan relawan.
Nah di sinilah dibutuhkan kebijaksanaan sehingga kita tak terges-gesa memberi penilaian negatif atas kinerja kabinet yang belum genap setahun.
Bahkan yang ekstrim ada penilaian bahwa Istana saat ini dikelilingi orang-orang yang tidak punya loyalitas kepada presiden. Mereka dinilai tak bisa menyelenggarakan visi dan program pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
Baiklah, mungkin penilaian kalian benar apapun motifnya entah obyektif atau subyektifit karena pada akhirnya presiden Jokowi sendiri telah memperlihatkan ketidakpuasannya atas kinerja pembantu-pembantunya.
Lalu, apa berikutnya?
Saya tegaskan pernyataan presiden bahwa janganlah hanya bertindak linier, hanya biasa-biasa saja, harus ada kesamaan perasaan, sense of crisis, harus ada langkah-langkah yang extra ordinary, negara harus hadir untuk ratusan juta rakyat agar sungguh-sungguh mengatasi bencana ini.
Memahami presiden memiliki hak konstitusional, hak politik pemerintahan, hak mengelola anggaran termasuk hak prerogatif untuk mengatur negara ini menjadi lebih baik sesuai taglinennya SDM Unggul, Indonesia Maju, saya berharap presiden untuk membuktikan komitmennya saat kampanye bahwa jika kembali diberi amanah rakyat untuk periode kedua, Bapak akan memberikan yang terbaik untuk bangsa karena sudah tidak ada beban politik, karena masa jabatan presiden dibatasi hanya 2 periode.
"Jadi, silahkan gunakan hak konstitusional Bapak Presiden untuk menjamin kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik. Gunakan kemerdekaan Bapak Presiden untuk memilih orang-orang terbaik untuk menyangkal penilaian orang sebagai akomodatif, politik balas jasa."
Harapan saya kepada pemerintah:
1) Menjamin penegakan hukum yang berkeadilan,
2) Kebebasan berpendapat yang menghormati HAM,
3) Ketersediaan akses kebutuhan dasar rakyat (kesehatan, pendidikan, pangan),
4) Ekonomi segera pulih, rakyat kembali punya penghasilan,
5) Rakyat hidup tenang beribadah menyembah Tuhan dengan leluasa.
Walaupun akselerasinya tidak seprogresif dalam situasi normal namun jika ada kesamaan perasaan dan tanggungjawab yang kuat pada akhirnya kita akan segera dapat mengatasi ancanan Covid-19 ini.
Mari kita manfaatkan momentum ini untuk konsolidasikan seluruh kekuatan potensi sumber daya nasional untuk merangsang produktifitas, riset dan inovasi untuk menjadikan Indonesia bangsa yang berdaulat, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam budaya Indonesia.
Salam sehat dan optimis,
Presidium Nasional
Jangkar Jokowi
I Ketut Guna Artha
Ketua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H