Mohon tunggu...
Ike Trilitadewi
Ike Trilitadewi Mohon Tunggu... -

i am a moslem, a wife also a mom, and i am proud of that\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru, Inikah yang Membuat Nasibmu Tak Berubah??

3 April 2012   18:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:04 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Gemas.

Itulah perasaan yang muncul, ketika mendengar cerita si sulung tentang "bu guru yang aneh"nya.

Dari sekian puluh ceritanya, beberapa membuat saya berpikir, "Pantas saja guru terzhalimi , karena tidak sedikit guru yang sikapnya menzhalimi anak-anak didiknya". Mohon catat: TIDAK SEMUA.

Oke, beberapa saya share, semoga ada hikmah yang bisa kita petik.

Suatu saat, putri saya pulang sekolah, lalu nyeletuk, "Aku ingin jadi dokcil (dokterkecil), Mi.." Saya sambut dengan motivasi, "Baguslah Kak....kalau mau dokcil, belajarnya harus rajin...kan biasanya yang bernilai baik yang akan terpilih jadi dokcil.." Anak saya menggeleng, lalu informasinya cukup mengejutkan. Kabarnya hanya anak-anak yang les pada bu guru yang bisa jadi dokcil. Sang rangking satu di kelas pun gak jadi dokcil, karena dia tidak les pada bu guru....alamak.... , lalu si sulung bercita-cita, "Aku mau jadi dokcilnya nanti saja smp!" ... (semoga program sejenis di sekolahnya kelak fair..^_^)

Suatu saat yang lain, ia pulang sekolah dengan wajah penuh kecewa dan lesu. Padahal pagi-pagi ia berangkat penuh semangat, setelah sebelumnya mempersiapkan hasil prakarya dari barang bekas dengan semangat. Lalu setelah agak lama terdiam, ia mendekat dan berbisik, "Mi...tugas aku dikembaliin, gak diterima", "Kenapa katanya Kak?" Ia menggeleng sedih dan kecewa, "Bu Guru hanya bilang, bikin aja celengan dari kaleng atau tempat tissue dari kardus bekas!" ....Dan si Sulung-ku bilang kalau dia tidak mau buat lagi :(  Dia kecewa karena, jelas bu gurunya bilang, "Buatlah prakarya dari barang bekas, misalnya celengan dari kaleng atau tempat tissue dari kardus bekas", sedangkan ia membuat buat boneka dari kaus kaki bekas. Dan satu lagi hal yang "menarik" atas pesan bu gurunya, "Semua anak yang membuat tempat tissue, harus diisi tissue di dalamnya, kalo tidak berisi tissue tidak diterima". Aduhh...bu guru...bukannya prakarya itu untuk mengasah kreativitas anak, tetapi kenapa ketika anak sedikit kreatif malah "dibunuh".

Gemas sekali saya mendengarnya. Bukankah ini bentuk pemerasan terselubung? Dengan kesal, saya berseloroh, "Bu gurunya pengen dikasih tissue itu Kak..."

Seorang guru, di sekolah lain juga berulah, kurang lebih, sama. Pada tanggal ulang tahunnya ia memerintahkan semua murid di kelasnya untuk mengumpulkan uang atau membawa "kue untuk bu guru". Anak-anak, yang umumnya berasal dari masyarakat kelas menengah ke bawah, menurut karena takut terjadi sesuatu dengan nilainya.

Kalau berkaitan dengan les dan nilai, saya kira , sudah jadi rahasia umum, korelasinya sangat kuat. Sekali lagi tidak semua, tetapi tidak sedikit yang memanfaatkan hal tersebut untuk menjadi sistem yang sangat efisien dalam "menambah penghasilan"  dengan sebuah ancaman halus, "kalau mau nilai bagus les sama pak/bu guru".

Dan lain-lainlah kisah-kisah "tragis" dalam dunia penddikan kita. Guru tidak dihargai, lalu efeknya ia menciptakan (mungkin tanpa sengaja) sistem yang membuat siswa merasa di"teror". Terciptalah siswa yang tidak merasa dihargai, ia belajar bahwa uang adalah segalanya, bisa untuk membeli nilai, membeli pujian, ...secara kasar siswa belajar bahwa dengan uang ia bisa "membeli guru"...dan setelah dewasa tumbuhla ia menjadi manusia dengan berbagai profesi yang korup, tidak menghargai kejujuran, dan memandang segalanya dengan uang.... dan ia akan menjalankan sebuah pemerintahan yang tidak menempatkan profesi guru dengan penghargaan yang baik...

Jadi semacam "lingkaran setan" kali ya....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun