Mohon tunggu...
Ikbar Raihan Rasyiq
Ikbar Raihan Rasyiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Criminology Student at University of Indonesia

A Student and Writer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Potensi Implikasi Kejahatan Korupsi terhadap Terorisme

30 Mei 2023   12:19 Diperbarui: 30 Mei 2023   19:54 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat pemberitaan tentang kasus pejabat negara tersandung kasus korupsi seakan sudah menjadi agenda rutin di negara ini. Bagaimana tidak? Jika kita melihat data penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh Kejagung, Polri dan KPK selalu ada setiap tahunnya bahkan jumlahnya meningkat. Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data penindakan kasus korupsi di Indonesia yang dilakukan selama tahun 2022 adalah 579 kasus dengan 1.396 orang ditetapkan sebagai tersangka. 

Jumlah tersebut meningkat 8,63% dibandingkan di tahun 2021 sebanyak 533 kasus dengan 1.173 orang ditetapkan sebagai tersangka. Latar belakang para tersangka didominasi oleh para pejabat pemerintahan dari tingkat desa hingga pusat.

Kasus korupsi terbaru di Indonesia terjadi pada tingkat pemerintah pusat di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kasus ini menjerat tujuh orang di mana salah satunya adalah Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G. Plate. Kejagung menyatakan kasus korupsi ini terkait dengan penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo tahun 2020 -- 2022. Kejagung juga menyebutkan potensi kerugian negara akibat kasus korupsi ini mencapai Rp 8 triliun.

Korupsi tidak dapat disetarakan dengan kejahatan konvensional biasa. Prof. Muhammad Mustofa di dalam buku Kleptokrasi menjelaskan korupsi sebagai bagian dari kejahatan kerah putih. Hal itu didasari karena biasanya pelaku merupakan individu dari kalangan terpandang, memiliki kekuasaan atau berpendidikan tinggi.

Meskipun kejahatan kerah putih seperti korupsi tidak terlihat secara kasat mata, tetapi korupsi memiliki dampak buruk yang sangat merugikan. Alasannya adalah korupsi kerap dilakukan dengan mengambil anggaran negara yang tidak seharusnya. Dampak itu akan mengakibatkan negara mengalami kerugian besar.

Tidak hanya itu, masyarakat luas juga akan terkena getahnya karena dana yang seharusnya dapat membiayai pembangunan untuk masyarakat di berbagai bidang, justru tidak sampai karena dana tersebut dirampok oleh oknum pejabat pemerintahan yang rakus akan harta. Oleh karena itu, tidak heran korupsi disebut sebagai salah satu kejahatan luar biasa karena sangat merusak kehidupan manusia.

Jika melihat pada dampak lain, kejahatan korupsi tidak hanya menimbulkan kerugian pada keuangan dan terhambatnya pembangunan. Ternyata dampaknya juga bisa meluas menyangkut kepercayaan masyarakat. Para pejabat publik yang melakukan korupsi dapat memunculkan kecaman dan ketidakpuasan sehingga menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Konsekuensi yang lebih besar juga akan tercipta, seperti menurunnya partisipasi politik, ketegangan sosial di masyarakat, bahkan hingga ketidakpatuhan pada hukum. Namun ternyata masih terdapat potensi yang lebih ekstrim akibat korupsi, yaitu semakin kuatnya rangkaian aktivitas teror oleh kelompok terorisme.

Perlu dicermati kalimat terakhir pada paragraf sebelumnya kita anggap masih spekulatif dan memerlukan verifikasi lebih lanjut. Dalam beberapa tahun terakhir memang banyak penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara dua kejahatan luar biasa ini. Hal tersebut tidak terlepas karena korupsi memberikan efek negatif yang sangat besar. kelompok terorisme diyakini memanfaatkan situasi untuk menarik dukungan masyarakat dengan dalih pemerintah telah mengkhianati warga negaranya. Dalam konteks kejahatan terorisme di Indonesia saja, para kelompok teror sering menarasikan propagandanya langsung mengarah kepada negara. Salah satu yang sering dilakukan adalah dengan menyebut sistem pemerintahan Indonesia kafir karena tidak menerapkannya sesuai dengan perintah Tuhan.

M. Tahir (2020) pada penelitian berjudul "Terrorism and its Determinants: Panel Data Evidence from 94 Countries" melakukan penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mencari faktor yang berkontribusi terhadap ekskalasi kejahatan terorisme menggunakan sampel 94 negara di mana Indonesia masuk ke dalam salah satu negara sampel dengan rentang waktu 2005 -- 2016. 

Tahir menjadikan pendapatan perkapita rendah, ketidakstabilan politik, korupsi dan pengeluaran militer sebagai variabel pengujiannya. Hasilnya, pendapatan perkapita rendah dan ketidakstabilan politik menjadi faktor penentu utama dibalik kejahatan terorisme. Sedangkan korupsi menjadi faktor penentu yang tidak terlalu signifikan terhadap terjadinya kejahatan terorisme.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jesssica C. Teets & Etica Chenwoth (2009) dengan judul "To Bribe or to Bomb: Do Corruption and Terrorism Go Together?". Teets & Chenwoth mencari relasi antara korupsi dan terorisme dengan menguji dua hipotesis menggunakan pendekatan kuantitatif. Hipotesis pertama adalah bertambahnya kasus korupsi memberikan efek posiif terhadap jumlah serangan teror menargetkan negara, sedangkan hipotesis kedua adalah bertambahnya kasus korupsi memberikan efek positif terhadap kemunculan kelompok terorisme domestik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun