Dalam islam tidak ada istilah pernikahan dini dan telat menikah, semua adalah takdir ilahi yang telah dituliskan berjuta-juta tahun yang lalu.
Ada yang menikah usia 21 tahun, tapi karena persiapan dimulai dari usia 17 tahun, maka tak bisa disebut tergesa-gesa. Sebaliknya, ada orang yang nikah umur 35 tahun, tapi persiapan penuh kesadaran baru dimulai usia 34 tahun, maka ia lah yang pantas disebut terburu-buru.Â
Minimal ada 5 hal yang perlu dimatangkan sebelum menikah:
Pertama: Ruhoyyah atau spiritual. Poin ini yang paling mendasar.
Persiapan Ruhiyah adalah mengubah ekspektasi menjadi obsesi. Dari harapan akan apa nan diperoleh, menuju nan apa akan dibaktikan. Jika masih terbayang sbb: lapar ada yang masakin, capek ada yang mijitin, baju kotor dicucin.
 Itu ekspektasi. Bersiaplah kecewa. Ekspektasi macam itu lebih tepat dipuaskan oleh tukang masak, tukang pijit, dan tukang cuci.
Lalu persiapan kedua: yaitu lImiyah-Tsagafiyah (pengetahuan), meliput banyak hal semisal fiqih, komunikasi pasangan, parenting, manajemen, dll. Sungguh harus dilmui bahwa lelaki dan perempuan diciptakan berbeda dengan segala kekhasannya, untuk saling memahami dan bersinergi.Â
Contoh beda hadapi masalah dan tekanan. Wanita: berbagi, didengarkan, dimengerti. Lelaki: menyendiri, kontemplasi, rumuskan solusi.Â
Bayangkan jika perbedaan itu dibawa dalam sikap dengan asumsi: "Aku mencintaimu seperti aku ingin dicintai" Konfilk pasti meraja.
persiapan ketiga: Jasadiyah (Fisik) untuk. Ini jua perkara penting sebab terkait dengan keamanan, kenyamanan, & ketenagaan. Fisik kita & pasangan bertanggungjawab lahirkan generasi penerus yang lebih baik. Maka perbaiki daya & staminanya sejak sekarang. Jadi, target persiapan fisik itu 3 tingkatan; (a.) PRIMER: sehat & aman penyakit, (b.) SEKUNDER: bugar dan tangkas, (c.) TERSIER: beauty dan charm.
Persiapan keempat: persiapan Maliyah (finansial), ini yang paling sering menghantui & membuat ragu sepertinya. Padahal ia sederhana. Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan dan penegasan kepemimpinan suami.Â
Ingat dan catat: Persiapan finansial sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, dan kendaraan yang harus anda punya. Persiapan finansial bicara tentang kapabilitas hasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, dan kemampuan kelola sejumlah apapun ia.
Maka memulai pernikahan, BUKAN soal apa anda sudah punya tabungan, rumah, & kendaraan. la soal kompetensi & kehendak baik menafkahi. 'AIi bin Abi Thalib memulai bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dll dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi.Â
Tetapi 'Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma. Maka sesudah kompetensi dan kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: itu buat kaya (QS 24:32).
Sumber: Sg. Ustadz Salim A. Fillah.
Dengan sedikit penyesuaian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H