“Di mulai dari nol”, kalimat yang sering diucapkan oleh petugas pengisi bahan bakar ini mungkin cocok ditujukan pada sebagian besar warga kota Banda Aceh pada 26 desember 2004 yang lalu. Hari itu merupakan sebuah awal bagi banyak orang. Setelah hari itu, banyak orang yang mesti memulai hidup tanpa orang yang dikasihi dan banyak jiwa yang mesti membangun hidup dari awal lagi. Tak hanya manusianya, banyak bangunan dan fasilitas kota yang mesti dibenahi dan dibangun ulang, termasuk Ruang Publiknya.
Semangat Banda Aceh dalam menyediakan ruang publik patut dicontoh. Hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah kota dan provinsi dalam membangun kembali kota pasca gempa dan tsunami. Perhatian pemerintah tidak hanya terpaku pada pembangunan gedung pemerintahan dan pusat bisnis, melainkan juga memperhatikan perbaikan ruang publik yang sudah ada dan menambah ruang publik lainnya. Padahal, uang triliunan rupiah yang masuk pasca Tsunami bisa saja digunakan pemerintah provinsi dan kota untuk membabat lahan-lahan terbuka menjadi gedung-gedung tinggi yang lebih menghasilkan banyak uang. Semangat Kota Banda Aceh dalam membanguan ruang publik juga dapat dilihat dari keadaan kota dan warganya saat ini. Dengan luasnya yang hanya 61,36 KM2 (sekitar ¼ luas kota Medan dan 1/6 luas kota surabaya) dan penduduknya yang tak lebih dari 300.000 jiwa, pembangunan ruang publik terasa seperti buang-buang tempat bagi pemerintahan yang bersifat pragmatis. Namun hal ini tidak berlaku bagi pmerintah kota Banda Aceh.
Pemerintah kota dan provinsi menyadari pentingnya perencanaan pembangunan kota Banda Aceh (termasuk rencana pembangunan ruang publik) harus dipertimbangkan dengan baik-baik. Semua pihak haruslah sadar bahwa saat ini kemajuan peradaban manusia juga diiringi dengan hilangnya lahan terbuka yang menjadi kebutuhan warga. Tanpa perencanaan dan pengadaan ruang publik di masa kini, dikhawatirkan generasi mendatang akan kehilangan ruang untuk sekedar santai melepas penat dari hiruk pikuk perkotaan. Melihat kenyataan ini, maka sudah menjadi keharusan jika pemerintah daerah di seluruh Indonesia mempersiapkan ruang publik mulai saat ini untuk menjaga lingkungan yang baik untuk generasi saat ini dan generasi mendatang.
Pasca Tsunami, pemerintah kota Banda Aceh dan Provinsi Aceh tidak hanya merencanakan kota untuk satu atau dua tahun kedepan, melainkan mempertimbangkan kebutuhan kota dan warga sampai puluhan tahun mendatang. Berkat perencanaan kota yang matang, saat ini warga kota Banda Aceh bisa merasakan ruang publik yang lebih baik.
Saat ini, di pusat kota Banda Aceh terdapat banyak ruang publik. Namun setidaknya ada empat ruang publik yang telah ada sebelum Tsunami dan terus berbenah hingga kini. Empat ruang publik ini pun menjadi saksi bisu dahsyatnya hantaman tsunami tahun 2004 silam.
Tidak jauh dari Mesjid Raya Baiturrahman, terdapat sebuah taman di puast kota yang telah ada sejak zaman Kerajaan Aceh. Saat tsunami, ruang publik yang diberi nama Taman Sari ini berubah menjadi pemberhentian terakhir dari ratusan mayat yang terbawa arus. Tempat ini pun hancur porak poranda tak berbekas. Ranting-ranting dan sampah pun bertebaran dimana-mana. Namun berkat usaha dan semangat berbagai pihak, taman sari telah berbenah dan terus berbenah hingga saat ini.
[caption caption="Keadaan Taman Sari sesudah dan sebelum Tsunami"][/caption]
Ruang publik lain yang terletak di pusat kota lainnya adalah Lapangan Blang Padang. Ruang publik yang terletak dekat dengan Museum Tsunami Aceh ini pun bernasib sama dengan taman sari saat tsunami. Hampir sebelas tahun setelah kejadian mengerikan itu, Blang padang telah berbenah dan menjadi tempat rekreasi dan pusat olahraga di Banda Aceh.
[caption caption="Lapangan Blang Padang dulu dan sekarang"]
Tidak jauh dari makam tentara Belanda Kerkoff, kita juga akan mandapati sebuah taman di pusat kota. Ruang publik yang bernama Taman Putroe Phang ini merupakan bekas peninggalan kerajaan sultan iskandar muda yang “berhasil selamat” dari amukan tsunami. Sekarang, taman yang memiliki nama yang sama dengan istri Sultan Iskandar Muda ini terus berbenah dan menampilkan wajah baru tanpa merusak situs-situs bersejarah di dalamnya.
[caption caption="Lapangan Poetroe Phang"]