Mohon tunggu...
ika utami sumantri
ika utami sumantri Mohon Tunggu... pegawai negeri -

saya seorang abdi negara dalam bidang pendidikan sekaligus seorang istri dan juga seorang ibu dari Raihan Akbar Naukaputra

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Abang Vs Raihan

5 Juli 2013   17:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:58 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya ini adalah sepenuhnya kesalahan dari kami (saya dan suami) selaku orang tua. Berawal dari keinginan kami untuk membiasakan anak laki-laki kami, Raihan Akbar Naukaputra, dengan memanggilnya "abang". Alasan kami sebenarnya sangatlah reasonable, mengapa tidak? Panggilan abang ditujukan bagi laki-laki yang dianggap lebih tua. Begitu pula dengan Raihan meskipun secara medis ia adalah anak kedua kami, namun saat ini Raihan menjadi anak sulung kami (karena kakaknya telah pergi menghadap Sang Pencipta). Jadi menurut kami pada waktu itu tidak ada yang salah dengan panggilan "abang" kepada Raihan.

Saya dan suami mulai membiasakan diri untuk memanggil Raihan dengan sebutan "abang" sejak usianya tepat 1 tahun. Disamping Raihan menjadi anak tertua bagi kami, dia juga menjadi cucu pertama di keluarga besarku. Waktu seiring sejalan kami belum menemukan sesuatu yang tampak aneh dengan panggilan abang. Bahkan tetangga, saudara, hingga rekan-rekan kerjaku maupun suamiku serempak memanggilnya abang. Justru kami sebagai orangtuanya merasa bangga karena meskipun usia anak kami terbilang paling muda, Raihan tetap dipanggil abang. Sebagai contoh, anak tetanggaku bernama Daffa usianya lebih tua 3 bulan dari Raihan, karena kebiasaan Daffa pun pada akhirnya memanggil Raihan dengan sebutan "abang".

Kebiasaan panggilan "abang" kini sudah memasuki 1 tahun 5 bulan, dan baru 3 bulan belakangan ini kami (aku dan suamiku) baru menyadari ada yang salah dengan panggilan tersebut. Raihan jadi terbiasa menyebut dirinya sebagai abang. Dan ketika suatu hari aku mengajak Raihan bermain dengan menggunakan foto, dengan maksud agar dia mengenal sanak keluarganya beserta namanya.

Bunda: "Bang, ini siapa? (sambil menunjuk foto ayah)". Raihan: "itu ayah bun! Ayahnya abang". Bunda: "klo yang ini siapa yaa yang ganteng? (sambil menunjuk foto Raihan)". Raihan: "itu abang bun (dijawab dengan penuh semangat)". Bunda: "abang namanya siapa?". Raihan: "abang". Bunda: "iya ini abang namanya siapa? (mulai penasaran)". Raihan: "itu abang bun!! (mulai merasa tidak nyaman)". Bunda: "bukan,,ini (sambil menunjuk pada Raihan) namanya Raihan dipanggilnya abang" sambil mencoba menenangkan.

namun, yang terjadi adalah kesalahpahaman bahwa anakku Raihan karena lebih terbiasa mendapat panggilan abang sehingga dia merasa bahwa namanya adalah abang. Well, para orangtua berdasarkan pengalaman saya ini mungkin perlu lebih cermat lagi saat menerapkan sebuah panggilan tertentu kepada anak agar tidak terjadi kesalahpahaman dikemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun