Mohon tunggu...
Ika Sulistyorini
Ika Sulistyorini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunikasi Budaya Melalui Industri Perfilman

19 Juni 2021   11:00 Diperbarui: 19 Juni 2021   11:05 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Komunikasi massa adalah cara dimana seseorang menyampaikan sesuatu bagi khalayak. Ada banyak cara dalam melakukan komunikasi massa salah satunya adalah dalam industri perfilman. Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 UU no.33 tahun 2009 tentang perfilman. Dimana si pembuat film ingin menyampaikan suatu pesan kepada banyak orang atau biasa disebut khalayak atau massa. Itulah yang disebut film adalah salah satu bentuk dari komunikasi massa. Karena film ini adalah salah satu bentuk komunikasi massa, maka banyak kalangan yang menggunakan industri perfilman sebagai media propaganda demi tujuan tujuan tertentu. Dalam hal ini insan film Indonesia juga memproduksi beberapa film yang juga ditayangkan oleh beberapa negara lain, dengan tujuan dikenalnya budaya bangsa oleh Internasional, sebagaimana tertulis dalam pasal 3 tujuan perfilman dalam UU no.33 tahun 2009 tentang perfilman.

Film Avatar pada tahun 2009 adalah salah satu contoh film yang dibuat sebagai propaganda terhadap pemerintah Amerika dan mengingatkan masyarakat akan keserakahan pemerintah Amerika. Digambarkan bagaimana pasukan militer yang menyerang Kaum Navi dengan tujuan untuk menguasai berbagai sumber daya alam yang dimiliki Kaum Navi. Bukan hanya film Avatar, namun juga film Rambo yang dirilis pada tahun 1982 yang dibuat guna propaganda untuk membangkitkan keberanian masyarakat Amerika. Pada saat film Rambo dibuat, masyarakat Amerika sedang mengalami ketidakpercayaan diri atas kekalahan perang dengan vietnam, dan pemerintah Amerika ingin membangkitkan semangat dan rasa dominan yang khas melekat pada Amerika. pembangkitan rasa percaya diri dan rasa dominan inilah yang dipropagandakan melalui film Rambo.

Hal itulah yang disebut propaganda dalam film. Melalui pesan-pesan yang disematkan dalam film, secara sadar atau tidak sadar para penonton film akan terpengaruh melalui alam bawah sadar mereka. propaganda ini ada yang bertujuan negatif, namun tidak semua bertujuan negatif. Namun juga ada propaganda yang bertujuan positif seperti film Avatar tadi yang menjadi media untuk menegur para pemerintah.

Sama halnya dengan propaganda, film adalah media yang berguna dalam peranan budaya. Bahkan dalam Pasal 4 UU no. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, fungsi perfilman yang pertama adalah budaya. Strategi kebudayaan yang disusupi melalui industri perfilman akan banyak dilihat banyak kalangan dan juga penonton secara tidak sadar akan terpengaruh terhadap budaya yang baru saja dilihat. Beberapa negara sudah mulai menerapkan strategi budaya guna memperluas informasi mengenai budaya tersebut.

Hollywood, Bollywood dan lain-lain adalah salah satu contoh bagaimana film menjadi ajang atau cara dalam menjalankan strategi budaya. Hollywood adalah salah satu distrik di Los Angeles, California, Amerika serikat. Disana terdapat industri perfilman yang sudah terkenal di seluruh dunia. Di sanalah banyak film besar dan terkenal di seluruh dunia dibuat. Karena pembuatannya film atau industri film ini ada di Amerika, tentu saja banyak unsur-unsur budaya Amerika yang dibawa kedalam film yang di produksi di Hollywood. Budaya inilah yang juga menyebar ke seluruh dunia dan menjadi penyebaran budaya atau strategi budaya yang dilakukan oleh Amerika Serikat.

Efek yang dibawa akan datangnya film Hollywood ke Indonesia adalah masuknya budaya yang disisipkan melalui film. Sebagai strategi budaya, Amerika pun memasukan beberapa unsur kebudayaan yang berlaku di Amerika serikat, yang biasa kita sebut sebagai budaya barat. Salah satu budaya barat yang banyak ditampilkan dalam film adalah cara berpakaian. Cara berpakaian dari budaya barat sangat berbeda dengan budaya ketimuran yang dianut oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menganut budaya ketimuran yang menjunjung tinggi kesopanan, begitupun dalam berpakaian. Namun dalam budaya barat menekankan atau menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hak kebebasan, sehingga banyak gaya berpakaian dalam film Hollywood yang terlalu terbuka dan tidak sesuai dengan adat ketimuran. Seiring dengan berjalannya waktu dan seiring dengan perkembangan film Hollywood yang ada di Indonesia, masyarakat Indonesia pun mulai terbawa dengan adat kebebasan termasuk dalam berpakaian yang mengakibatkan terbukanya pakaian yang dipakai oleh masyarakat Indonesia.

Tak hanya Hollywood, namun ada juga industri perfilman Bollywood. Jika Hollywood tadi adalah industri film terbesar di Amerika Serikat, Bollywood adalah industri film di India, tentu saja kultur budaya yang diangkat dalam industri perfilman di Bollywood adalah budaya India. Karakteristik yang diangkat oleh Bollywood dan yang paling menonjol adalah tarian, dalam film Bollywood dengan genre apapun pastinya dipenuhi oleh berbagai macam tarian dan nyanyian. Dalam scene senang menari dan menyanyi, dalam scene sedih pun masih terus menyanyi serta menari. Culture atau budaya itulah yang sedang diangkat oleh insan film yang juga bertujuan sebagai strategi budaya yang dikenalkan atau sedang dibawa oleh Bollywood khususnya India.

Bollywood juga sedikit mempengaruhi budaya Indonesia. Biasanya yang menonton film India ini adalah kalangan ibu-ibu, namun para ibu ini tak menyadari bahwa anaknya ikut melihat serial india tersebut, inilah yang berbahaya bagi anak-anak, adanya peran cinta-cintaan yang juga secara tidak sadar dikonsumsi oleh anak-anak atau remaja, yang mana akan diikuti secara tidak sadar. Dalam pasal 7 UU no. 33 Tahun 2009 tentang perfilman, film harus disertai pencantuman penggolongan usia penonton film, agar apa yang disajikan dalam film dapat diterima dengan baik oleh penontonnya. Dan dalam kasus ini, adanya ketidaksesuaian muatan film dengan penonton yaitu adanya anak kecil yang ikut melihat sangat tidak sesuai dengan kaidah pasal no 7 pada UU no. 33 Tahun 2009 ini.

Merasa kurang dalam dunia musik atau Korean Pop, Korea Selatan juga tidak mau kalah dalam ranah perfilman. Dalam dunia entertainment tak hanya industri musik yang dikembangkan oleh Korea Selatan, namun industri perfilman pun terus digenjot. Berbeda dengan Hollywood dan Bollywood, Korea Selatan memilih jenis perfilman yang berbasis serial film, sehingga dalam 1 judul film berisi 16-24 episode yang dapat dinikmati dalam jangka waktu mingguan. Ciri khas yang dibawa Korea Selatan inilah yang menjadi pembeda antara Bollywood dan Hollywood. Selain itu yang paling terkenal dan menonjol dari series drama korea adalah serial drama korea dengan genre romantis, genre inilah yang saat ini sedang banyak digandrungi para pecinta Korea.

Jika membahas tentang Korea Selatan ini seperti tidak ada habisnya, karena memang banyak sekali budaya korea yang kini sedang banyak digandrungi oleh remaja-remaja di Indonesia. Tidak hanya satu atau dua, namun telah banyak budaya korea yang seakan-akan meracuni remaja khususnya remaja putri di Indonesia. Mulai dari cara berpakaian yang nyentrik ala K-Pop dan artis Korea yang juga tidak sesuai dengan budaya ketimuran, seperti adanya bagian-bagian yang terbuka dan tidak sesuai dengan budaya berpakaian ketimuran. Lalu banyaknya scene dalam serial drama korea yang menampilkan keadaan saat pemerannya merasa pusing, lelah atau frustasi kemudian meminum soju atau minuman beralkohol khas Korea dengan botol hijaunya yang nyentrik. Itu pun menjadi panutan dan kini banyak anak muda yang mencari soju ala korea. Dan tentunya hal ini sangat tidak baik bagi remaja kita, karena mengkonsumsi sesuatu yang beralkohol juga ada aturan bahkan larangannya dalam peraturan perundang-undangan. Tak hanya itu, masih banyak budaya Korea lain yang sangat dipuja penggemar nya di Indonesia.

Hal hal yang sudah disinggung tadi mengenai budaya-budaya luar yang masuk melalui industri perfilman tidak dapat kita cegah, yang bisa kita lakukan hanyalah menyaring atau memfilter sesuatu yang menjadi tontonan kita, seperti menonton sesuatu yang sesuai dengan penggolongan usia, selain itu mengambil sisi positif dari sebuah film, dan menyaring kembali beberapa muatan didalamnya yang kurang sesuai dengan budaya serta kepercayaan yang kita anut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun