Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sejak Dulu

24 Mei 2016   16:02 Diperbarui: 24 Mei 2016   16:14 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagai hari hari lainnya, pagi itu Maira telah duduk rapi di belakang meja kerjanya. Aroma vanilla latte dari cangkir bergaya klasik di hadapannya memberikan suasana pagi yang penuh semangat. Seperti biasa, Maira segera membuka laptopnya dan memeriksa email masuk.

Pagi itu hanya ada dua email yang masuk. Satu dari koleganya dan satu lagi dari nama yang tidak di kenalnya. Tanpa firasat apapun, Maira membuka email yang terakhir.

Begitu melihat isinya, mendadak jantung Maira berhenti berdetak. Sebuah foto terpampang jelas di sana. Foto yang membuat cangkir di tangannya bergetar. Vanilla latte itu hampir saja menumpahi laptopnya, bila cangkirnya tidak ia turunkan ke meja dengan segera.

Tidak ada kalimat apapun yang menyertainya, tapi foto itu telah mengatakan segalanya. Seharian itu pikiran Maira melanglangbuana ke mana-mana. Ia bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan dirinya? Apakah ia terlalu sibuk sampai ia tidak bisa melihat pertanda? Ia menutup email itu dengan mata yang berkaca kaca.

Maira berdiri di ambang pintu, rasa sepi menyergapnya. Putri semata wayangnya telah tertidur lelap. Ia menatap wajah mungil itu, membelai kepalanya lalu mengecup keningnya lembut. Entah telah berapa banyak waktu yang ia sia sia kan tanpa ada di sisinya. Maira belum juga beranjak dari tempat itu, ketika ART nya menghampiri.

"Bu, tadi bapak pulang, tapi hanya sebentar, terus pergi lagi."

Maira tidak berkata apa apa ia hanya mengangguk lemah.

Hari ini genap satu tahun Egi bekerja di luar kota. Bulan bulan awal Egi selalu pulang ketika week end tiba. Tapi telah dua bulan ini jadwal kepulangan Egi menjadi sangat tidak menentu. Pekerjaan proyek nya telah menuntut ia untuk stay di site tanpa banyak waktu libur yang tersisa.

Foto itu kembali berkelebat dalam pikirannya. Maira mendesah. Mungkin ini semua memang salahnya karena ia terlalu sibuk bekerja. Sebenarnya Egi telah meminta Maira untuk berhenti bekerja, namun ia menampiknya. Maira sangat menyukai pekerjaan ini. Pekerjaan yang telah membuat banyak mimpi nya menjadi nyata. Maira bergeming.

Di kota tempat mereka tinggal, Egi tidak cukup beruntung untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai, baik secara penghasilan maupun keahlian. Ketika seorang temannya datang dengan tawaran pekerjaan yang menarik, tanpa pikir panjang Egi pun menyanggupinya. Sebagai istri Maira tidak dapat berkata apa apa. Memang ada rasa khawatir yang datang tiba tiba tapi ia enyahkan dengan segera.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun