Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RoseRTC] September!

17 September 2016   15:00 Diperbarui: 17 September 2016   15:15 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : eatingfromthegroundup

September adalah bulan keramat. Bulan dimana aku selalu mendapatkan ucapan selamat dan todongan makan-makan yang salah alamat. Ini semua gara-gara nama yang disematkan oleh orang tuaku kala aku baru saja di lahirkan dengan selamat. Ya, ternyata selamat tidak saja hanya menemani Neil Amstrong ke bulan. Namun mengiringi perjalananku juga, dari nirwana ke dunia fana. Sungguh aku belum sempat berterimakasih kepada selamat. Tapi tak apalah, pasti selamat akan memakluminya. Sebenarnya aku lahir pada bulan Januari, namun berhubung saat itu ibuku tengah menyukai lagu milik Vina Panduwinata, maka beliau menamaiku dengan judul lagunya.

Tidak seperti September sebelumnya, September kali ini aku terbebas dari segala tingkah aneh teman-teman SMA ku yang selalu pura-pura tidak tahu bila aku tidak dilahirkan di bulan September. Aku bisa sedikit bernafas lega karena tidak akan ada yang melempariku dengan telur, terigu bahkan minyak kelapa.

***

Jam ditangan supir angkot kampus yang bertatto itu telah menunjukkan angka 6 lebih 50 menit. Aku terbelalak. Bukan karena aku sadar akan terlambat, namun karena tattonya bermotif batik parang rusak. Rupanya, pak supir mencintai produk Indonesia. Aku pun memuja dan memujinya, hasilnya ia melesat bagai Nino Farina. Dengan senang hati, aku pun menjura. Aku terselamatkan, masuk aula tepat ketika jarum jam panjang berada di angka dua belas.

"September Ceria."

Semua teman satu jurusanku mengulangi perkataan senior yang terlihat gagah menyandang toa.

"Ini bukan yel-yel, saya sedang memanggil nama salah satu teman kalian, paham?" Sang senior muntab.

Aku tertawa, dalam hati saja, takut komplikasi karena mulutku kini susah diajak koordinasi akibat melihat pemandangan indah di depan sana.

Dia bagaikan kembaran Nuno, bukan Nuno dan Yovie atau Yovi dan Nuno, tapi Nuno Bettencourt. Mendadak perutku yang belum diisi nasi ini di penuhi dengan nada-nada yang membentuk lagu More Than Words. Ingin rasanya bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan korek api. Tapi semuanya musnah seketika karena ternyata Nuno yang ini galaknya luar biasa.

"September!"

Aku terlonjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun