Rumah adalah tempat dimana selera musik dibentuk pada awalnya. Begitulah yang saya yakini dan rasakan hingga kini. Betapa tidak, setiap hari disuguhi oleh musik yang nyaris itu-itu saja, membuat semua rangkaian nada yang selalu didengar menempel erat di telinga dan jiwa.
Mendiang Bapak saya telah memperkenalkan banyak genre musik sejak saya masih kecil. Kesukaannya akan beberapa grup band dan solois tertentu menular begitu saja kepada saya. Jajaran kaset berpita yang masih tersimpan apik hingga saat ini adalah rekam jejaknya sebagai penikmat musik multi genre.
Seperti banyak bapak-bapak lain di zamannya, bapak saya sangat menyukai Elvis Presley. Ya, The King of Rock 'n Roll yang memiliki banyak nomor-nomor apik nan menakjubkan itu. Saya sendiri menyukai beberapa nomor solois asal Memphis ini, namun saya kurang menyukai warna suara Elvis yang terdengar sangat klasik. Saya lebih menyukai lagu-lagu mantan mertua Michael Jackson itu yang di cover oleh solois atau band lain. Ya, tak dapat dipungkiri bahwa tembang-tembang penyanyi yang wafat di usia 42 tahun karena serangan jantung itu memiliki pesonanya tersendiri.  Namun saya lebih menikmati Suspicious Minds ketika dibawakan ulang oleh frontman Bush, Gavin Rossdale. Can't Help Falling in Love yang berbalut suara jernih Candice Night dengan iringan gitar sang suami yang merupakan personil Deep Purple, Richie Blackmore.  Atau versi lain Little Less Conversations yang lebih menyengat ramuan seorang DJ asal Belanda JLX dan  It’s Now or Never dibawakan ulang oleh Wet Wet Wet dengan sentuhan musik pop.  Begitu pun Are You Lonesome Tonight menjadi terdengar sedikit ringan ketika dibawakan oleh Dwayne Johnson di salah satu filmnya The Game Plan. Berbicara tentang film, Presley telah membukukan 31 judul film layar lebar selama karirnya di dunia entertainment. Beberapa film terbaiknya yang didasari oleh lagu-lagunya diantaranya adalah Love Me Tender, Jailhouse Rock dan King Creole.
The Beatles menjadi band mancanegara pertama yang bapak saya perkenalkan. Lagunya yang ringan dan sederhana membuat saya langsung jatuh hati di buatnya. Band yang beranggotakan John Lennon, Paul Mc Cartney, George Harisson dan Ringgo Star itu sampai saat ini masih setia saya dengarkan. Pada zamannya The Beatles merupakan salah satu band yang membuat musik Amerika mengalami kemunduran. Bersama  Rolling Stones mereka dikenal sebagai pelopor British Invantions di negeri paman Sam itu. Band yang lahir di kota Liverpool ini hingga kini banyak mempengaruhi warna musik dan permainan banyak musisi dunia, dari Ramones hingga Nirvana.
Tak hanya Rock 'n Roll, bapak saya pun menyukai musik Jazz dan Bossanova. Salena Jones adalah salah satu solois Jazz yang beliau sering dengarkan lagu-lagunya. Nomor Antonio's Song (The Rainbow) milik Michael Franks yang dipersembahkan untuk musisi Jazz Brazil, Antonio Carlos Brasileiro de Almaida Jobim itu adalah lagu yang sering sekali saya dengarkan. Beberapa lagu musisi pop atau rock yang dibawakan ulang Jones menjadi versi Jazz dalam album The Best of Selena Jones menjadi nomor-nomor cantik favorit saya selama ini, diantaranya adalah You've Got a Friend, Lately, Love is in the air, You Light Up My Life, Just The Way You Are, dan lagu milik Melissa Manchaster yang juga dibawakan ulang oleh Nikka Costa, Through The Eyes of Love.
Mungkin Harry Belafonte adalah musisi kalipso satu-satunya yang pernah saya dengarkan lagu-lagunya. Belafonte yang kini telah berusia 90 tahun ini selain bermusik juga ikut serta berperan dalam beberapa film bersama Tony Curtis, Sidney Poitier dan Marlon Brando. Â Lagunya yang berjudul Banana Boat Song dan Matilda adalah lagu hits yang membawa nama vokalis asal New York yang bernama lengkap Harold George Belafonete, Jr. ini melambung ke permukaan.
Musisi berkulit hitam lainnya yang kerap saya dengarkan lagunya adalah Nat King Cole. Ayah dari Natalie Cole ini selain bermusik juga kerap bermain film layar lebar dan menjadi orang Afro-Amerika pertama yang menjadi host di salah satu variety show televisi. Nomor-nomor seperti Unforgettable, Mona Lisa, dan When I Fall In Love adalah beberapa lagu hitsnya yang kerap saya nikmati.
Bicara tentang musik tahun 60-an itu tak akan lepas dari sebuah single milik band asal Inggris, Procol Harum yang berjudul Whiter Shade of Pale. Single ini merupakan nomor satu-satunya yang saya ingat dari band yang beranggotakan  Keith Reid, Matthew Fisher, Ray Royer, dan David Knights ini.  Lagu yang pernah dibawakan ulang oleh musisi wanita asal Skotlandia, Annie Lennox ini menjadi lagu yang membuat band yang bubar tahun 1977 ini merasakan manisnya kesuksesan sehingga dapat menjadi band pembuka konser Jimi Hendrix.
Selain Procol Harum dengan Whiter Shade of Pale-nya, telinga saya pun kerap disambangi oleh nomor milik Ray Peterson yang berjudul Tell Laura I Love Her.  Lagu balad berisikan tragedi percintaan itu pernah ditolak untuk diputarkan di beberapa stasiun radio di negara asalnya karena ditakutkan memberi pengaruh negatif untuk para remaja.  Sebuah nomor jawaban atas lagu ini dinyanyikan oleh  Marilyn Michaels dan sempat dibawakan ulang oleh Laura Lee dan Skeeter Davis dengan judul Tell Tommy I Miss Him.
Satu lagi single yang sering bapak saya putar adalah Oh! Carol! milik Neil Sedaka yang dibawakan ulang oleh Blue Diamonds. Â Lagu pop yang riang-riang menyenangkan ini adalah lagu yang berkisah tentang Carole King, kekasih Sedaka saat SMA.
Masih banyak lagu-lagu dari para musisi dunia yang dulu kerap bapak saya putar, tapi beberapa lagu yang dibawakan oleh para musisi diataslah yang paling menempel di ingatan saya hingga kini.