Raya memandangi sepasang sepatu yang masih ada dalam kotaknya, lalu meraih salah satunya. Wangi kain kanvas baru berkelebat di hidungnya. Tali nya yang masih berwarna putih cemerlang menjuntai, menyentuh lengan Raya lembut.
"Tak ada salah nya untuk mencoba." Raya bergumam sambil merapikan kembali sepatu yang berjenis sneakers hightop itu.
***
Ruangan luas yang seluruhnya berdinding kaca itu sedikit lengang. Raya melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Di sudut timur, matanya menangkap seseorang yang tengah di carinya. Dia disana, seperti biasa, duduk diam di kursinya, menghadap ke arah taman yang rumput nya menghijau dengan selingan bunga bunga mawar yang tengah merekah sempurna.
Sebentuk headphone melingkar di kepalanya. Raya tersenyum, dengan riang di langkahkan kakinya ke tempat pemuda itu berdiam.
Raya berlutut di hadapan pemuda yang tengah mengetuk ngetuk kan jari ke lengan kursi yang diduduki nya.
Demi melihat Raya, pemuda bernama Andra itu tersenyum lalu melepas benda yang melingkar di kepalanya.
"Hai, apa kabar hari ini?" Raya menyapa Andra riang.
"Lebih baik dari kemarin. Berkat kamu."
Raya tersenyum, dalam hatinya ia mengucap syukur berkali kali.
Satu bulan yang lalu, tidak ada tatapan ramah dan sapaan lembut dari seorang Andra. Matanya di penuhi dengan kilatan kemarahan. Teriakannya yang selalu mewarnai panggung panggung pertunjukan berganti dengan teriakan kekecewaan. Semua orang yang menemuinya ia halau dengan kasar dan membuat orang tuanya harus meminta maaf berkali kali. Sejak saat itu tidak ada yang berani mengunjungi Andra. Tapi tidak bagi Raya. Ia tidak pernah absen sekalipun untuk menemui pemuda itu. Sekeras apapun Andra mengusirnya, Raya bergeming. Ia tetap di sana, walau terkadang hanya memandangnya dari kejauhan.