Pada suatu hari, saya dan teman saya terlibat sebuah perbincangan tentang seorang vokalis band rock Indonesia yang terlihat selalu ceria dan semringah padahal dandanannya setara dengan musisi metal yang gloomy.
Lalu teman saya pun bersabda : “Kan dia itu alirannya happy metal.”
Dan bagaikan menghisap dinitrogen monoksida seperti yang pernah di alami Mel Gibson dan Danny Glover di film Lethal Weapon, saya pun tertawa guling guling menyambut perkataannya,
Happy metal ?
Setahu saya musik metal itu identik dengan kegelapan yang bisa memunculkan kengerian lalu menyebabkan depresi yang berkepanjangan dan akhirnya menghasilkan growling -an dan screaming -an yang terdengar sangat mencengangkan dan terkadang melebaykan.
Mau di simpan dimana ke happy -an nya coba?
Kata seorang teman yang mana ngakunya adalah bagian dari kaum metal, “Kalau ingin happy, dengerin Bon Jovi aja”
Saya pun hanya bisa nyengir dengan sukses.
Tapi menurut teman dari teman saya yang tadi ngaku ngaku bagian dari kaum metal, bawasannya happy metal itu eksis kok walau hanya sebatas beberapa lagu saja. Dalam artian bukan subgenre dari musik metal itu sendiri. Karena dunia musik metal itu jauh dari ke happy happy an. Bila pun ada yang terdengar happy, ya cuma sebagian kecilnya saja.
Beberapa lagu milik Freedom Call dan Helloween adalah contohnya. Dua band ini sama sama lahir di Jerman dan sama sama bergenre power metal. Mungkin Sascha Gerstner lah yang memberi andil akan lagu lagu dengan nada happy di kedua band yang pernah dan masih menaunginya hingga saat ini.
Bila Freedom Call mempunyai Mr. Evil dan Warriors. Maka Helloween memilik Rise and Fall, Mrs. God, I want out, Don't run for cover, dan Livin' aint no crime.