Aku akan selalu menantimu disini, diantara kerlip lampu dan deburan ombak. Di sela desiran angin dan hentakan papan dermaga yang berderak. Karena aku tahu engkau pasti akan kembali.
***
"Kamu mau kemana Kin?" Ibu bertanya, pertanyaan serupa yang selalu ia lancarkan setiap aku melilitkan syal rajutan buatannya dileherku.
"Ke dermaga, Bu." jawabku pendek.
Ibu menatapku, ada gurat khawatir di wajahnya. "Cepat pulang begitu matahari terbenam ya."
Aku mengangguk walau itu tak pernah kulakukan.
***
Matahari jingga bulat sempurna di ufuk barat. Sinarnya menyelusup ke dalam hati yang tersayat. Entah kali keberapa aku berdiri di sini, menantikan kapal yang merapat di dermaga.
"Temui aku di sini tiga tahun lagi." bisik mu lembut.
Aku mengangguk, tersenyum, tak menghiraukan bulir bulir air mata yang merangkak di pipiku. Lalu mulailah aku berhitung, detik, menit, jam, hari, minggu, bulan sampai tahun. Â Waktu merambat dengan lambat. Tiga tahun adalah waktu yang sangat panjang namun harus kulalui dengan hati yang lapang. Karena aku tahu, engkau pasti akan datang. Berdiri di dermaga, melambaikan tangan, dan tersenyum lebar di bawah temaram sinar rembulan.
Namun, tiga tahun bukanlah angka yang tepat, kapal merapat namun engkau tak jua terlihat.