Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berjuanglah, Ren!

4 Oktober 2016   14:44 Diperbarui: 4 Oktober 2016   16:58 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : princesskaurvaki.com

Lira duduk diam memandangi tumpukan buku yang tertata rapi di emperan gedung peninggalan Belanda itu. Dari buku pelajaran sampai majalah bekas luar negeri yang selalu terlihat menarik di matanya. Ia selalu menyukai tempat itu. Tempat dimana ia bisa membaca dengan santai, membaui lembaran kertas yang telah dimakan usia, dan memborong banyak bacaan dengan harga yang sesuai dengan isi dompetnya. Dan di tempat itu pula, dulu, ia bertemu seseorang yang dikasihinya. Namun Lira segera membuang jauh-jauh semua ingatan tentangnya. 

Ia tak ingin angannya terpenjara. Gadis berambut model shaggy itu pun segera membuka-buka salah satu majalah edisi kadaluarsa yang tetap menarik untuk di baca. Diantara embusan angin sore yang menyibakkan helai helai rambutnya perlahan. Di bawah bayang bayang pohon yang terkadang  menjauh karena kelelahan. Terkadang di tatap nya wajah-wajah ingin tahu yang tetap setia di tempatnya ketika apa yang mereka inginkan belum tergapai. Beralih ke wajah- wajah puas dengan tentengan di tangan.

Setiap kali ia melangkahkan kaki nya ke tempat itu,  ia selalu teringat akan seseorang. Ingat akan masa masa dimana dunia hanyalah seputaran "aku dan dia". Masa dimana tangannya selalu berada dalam genggaman hangat seseorang yang dikasihi dan mengasihinya.  Masa dimana ia merasakan desir-desir halus yang berkelana di dalam lorong-lorong hatinya yang terdalam.

Namun kini semuanya telah hilang. Seseorang yang selalu ditemuinya di tempat ini telah pergi meninggalkannya. Tanpa pesan, tanpa kata kata. Lenyap di telan tanda tanya.

***

"Sudah sore, pulang yuk." Seorang pemuda berjongkok di samping Lira. Backpacknya terlihat mengembung karena sarat dengan buku dan majalah yang baru saja ia beli.

Lira mengalihkan pandangannya ke arah pemuda berkulit sawo matang itu, lalu mengangguk. Di raih nya tas plastik berisi majalah yang baru saja ia beli, lalu mengibaskan debu yang menempel di celana jeansnya dan beranjak.

Lira membiarkan tangannya di genggam oleh pemuda itu ketika meniti satu persatu anak tangga jembatan penyebrangan yang melintas di atas sebuah jalan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Pemuda yang selama dua bulan ini selalu ada untuknya. Pemuda yang datang tiba-tiba tanpa di minta diantara rasa perih hati yang terkoyak. Pemuda yang sekilas nampak mirip dengannya.

Dia muncul tiba tiba di sana, menyentuh komik Tintin yang sama. Lira menatap matanya yang ramah, sementara senyum rikuh terlihat menghiasi bibir pemuda yang wajahnya terlihat sedikit pucat itu.

"Kamu dulu." pemuda itu menjauhkan tangannya dari komik yang di tulis oleh seorang Belgia bernama Herge.

"Kamu aja dulu." Lira melakukan hal yang sama dengan pemuda itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun