Sebagai remaja tahun 90-an, gak sah rasanya bila tak mendengarkan nomor-nomor dari salah satu band rock legendaris tanah air, Slank. Â
Yap, saya bukanlah penggemar garis keras band yang telah berdiri sejak tahun 1983 itu namun ada satu album mereka yang membuat saya mengerti bagaimana Slank selama beberapa dekade ini tetap menjadi band yang disayangi oleh penggemarnya.
Lucunya, saking militannya, para penggemar band ini kerap membawa bendera Slank di berbagai event yang mereka hadiri, gak peduli itu acara musik dangdut atau pertandingan sepakbola. Â Pokoknya Slank harga mati, heuheu.
Slank sendiri mulai merilis album sejak tahun 1990 yang berjudul "Suit-suit...He-he (Gadis Sexy). Â Sungguh judul yang sangat sederhana dan lekat dengan keseharian anak muda zaman itu. Â Setahun kemudian mereka pun kembali merilis album bertajuk "Kampungan."
Nah, album ketiga mereka yang berjudul "Piss" merupakan satu-satunya album Slank yang saya miliki. Dirilis tahun 1993, Piss menjadi album yang saya sukai baik dari muatannya pun covernya.
piss) dan untaian huruf membentuk kata Slank. Â Sederhana namun memiliki makna yang dalam.
Cover kaset berwarna abu-abu yang idenya dicetuskan oleh Bimbim ini bergambar tetangga Slank, Aji Tarmo yang bertelanjang dada. Â Dua kalung menghiasi lehernya dengan bandul berupa simbol peace (Slank menghiasi cover kertas bagian dalamnya dengan gambar KTP masing-masing personilnya yaitu Bimbim, Indra, Bongky, Pay, dan Kaka. Â Sepanjang karir saya menjadi pemilik album-album kaset dalam dan luar negeri, baru kali ini ada yang begini. Â Sangat menarik dan antimainstream.
Nah, di balik untaian KTP itu, terdapat lirik dari 13 lagu, ucapan terima kasih, dan tidak terima kasih. Â Saya senang bila sebuah kaset disisipi dengan lirik-lirik lagunya karena bisa nyanyi bareng dengan vokalisnya, ya kan?
Album ini masuk dalam salah satu album yang dari awal hingga akhir gak ada yang perlu di-skip. Â "Mau (Beli) Tidur" mengawali perjalanan saya menikmati nomor-nomor album yang kini telah menginjak usia 29 itu. Â Lagu penuh dilema ini pelan di awal dan menggugah di pertengahan. Â